Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan

Kalimat-Kalimat Cinta Ahyar Anwar

Di bawah ini adalah beberapa kalimat yang ada dalam buku seorang penulis dan kritikus sastra asal Sulawesi Selatan. Ahyar Anwar, lelaki yang menidurkan dan yang membangunkan cinta. Beberapa bukunya: Menidurkan Cinta, Aforisma Cinta dan Infinitum.

ahyar anwar
untuk apa berada dalam malam jika tidak melayani kesuramanya

ahyar anwar
untuk soal cinta, saya sama dengan orang gila
kami berdua tidak pernah merasa ragu bahwa sedang tergila-gila

ahyar anwar
pahlawan paling berani adalah mereka yang memasuki medan perang dengan ketulusan yang sempurna,
meski satu-satunya yang bisa ia menangkan hanyalah kekalahan

ahyar anwar
jika kesunyian itu tiba,
maka carilah senyum yang paling tulus dari luka yang menuliskan rintihan rindu darimu

ahyar anwar
sayang,
telah kita sadari jika hidup ini terbatas dan akan tiba satu titik waktu dimana kematian tiba disaat yang tidak kita harapkan, tapi sebelum titik waktu itu tiba
marilah kita saling mencintai laksana pahlawan yang bercampur seakan-akan kematian tidak pernah akan tiba

ahyar anwar
manusia tak hanya bergerak dari satu waktu ke waktu yang lain
tetapi dari satu kisah menuju kisah yang lain.
tetapi tidak semua kisah bergerak meninggalkan waktu, kadang berputar dan melingkar kembali tidak semua pencarian berjalan ke depan
kadang sebuah pencarian harus berjalan ke belakang menemukan masa depan pada kisah kenangan.
seperti sebuah musik yang mengalun mencari refrean kenangan.
seperti sebuah lagu yang dapat mengembalikan kita pada seutas kenangan yang berlalu....

ahyar anwar
tanpa perpisahan kita tak akan mengerti makna sebuah pertemuan

ahyar anwar
aku seperti masuk kedalam kutukan kisah-kisah cinta yang bergerak dalam rodah diagram yang mengalir menjauh dari keselarasan, terus menjauh untuk menemukan awal, dan mengejar tujuan akhir yang telah terjadi di depan.
inilah permainan infinitum yang sempurnah melingkar dan berulang-ulang,
tidak untuk menemukan satu kepastian, tapi justru hanya sebuah kesementaraan yang tidak sempurnah.

ahyar anwar
iya hanyalah penyair yang tak bisa tidur. ada cinta yang menyangga matanya

ahyar anwar
hidup adalah sebuah pilihan,
tetapi untuk cinta, pilihan kadang adalah sebuah kematian

Aforisma Cinta Ahyar Anwar
Baca Lengkap....

Unsur-Unsur yang Membangun Karya Sastra

Pada dasarnya karya sastra dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah tema, alur, tokoh, penokohan, latar/setting, sudut pandang dan amanah.

1. Tema
Setiap fiksi haruslah mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Penulis menuliskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar tersebut. Dengan demikian tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra . Scharbach (dalam Nurasiah, 2006: 11), mengatakan bahwa istilah tema berasal dari bahasa latin yaitu tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Jadi tema adalah ide sebuah cerita atau sesuatu yang menjadi pengarang yang dibeberkan melalui tindakan-tindakan tokoh cerita itu terutama tokoh utama. Tema yang baik harus bersama di dalam unsur cerita.
Unsur Karya Sastra

2. Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin 2002: 83). Menurut Sukade ( 1987: 3), alur mula-mula dikaitkan dengan unsure cerita atau pencerita, kemudian berkembang sebagai akibat logis dari berbagai unsur secara kompleks. Menurut Hayati dan Winarno (1990: 10), alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung menyambung dalam suatu cerita. Dengan demukian alur merupakan suatu jalur lintasan atau urutan suat peristiwa yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita.

Pengarang mengkomunikasikan novelnya melalui tokoh-tokohnya. Tokoh ini melaksanakan peran masing-masing sehingga timbul situasi konflik menurut Ginarsa (1989: 11), adanya alur disebabkan oleh terbentuknya kekuatan-kekuatan yang terjadi karena adanya problema yang perlu diselesaikan.

3. Tokoh
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya dalam peristiwa dalam kehidupan sehari-hari selalu diembang oleh tokoh-tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengembang peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau disebut penokohan.

Menurut Santoso (1995:106-107), tokoh adalah pelaku yang memainkan peran dalam cerita rekaan. Pada umumnya tokoh dalam cerita rekaan adalah manusia, tetapi dapat pula tokoh yang berwujud binatang, benda-benda, tumbuhan, dewa, jin, dan roh yang diinsankan.

Tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut nama penamaan itu dilakukan. Tokoh utama atau tokoh protagonis adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh kedua atau tokoh antagonis adalah tokoh atau pelaku yang menyambungi atau membayang-bayangi bahkan menjadi musuh tokoh utama.

Tokoh penyebab terjadi konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung bersifat fisik atau batin.

4. Penokohan
Penokohan yang ditemukan dalam cerita fiksi adalah pelaku imajinatif, pelaku yang ada dalam benak pengarang. Pelaku imajinatif itu tidak akan dijumpai sekalipun dicari di seluruh dunia. Pelaku imajinatif tidak dapat ditangkap oleh alat indera. Ia hanya dapat ditangkap oleh daya imajinasi seseorang melalui raut muka, bentuk tubuh dan perilakunya. Karakter tokoh atau pelaku dapat dikenal lewat penggambaran baik yang dilakukan pengarang pencerita maupun oleh pelaku.

Hayati dan Winarno (1990: 1), mengungkapkan bahwa dalam penggambaran, seorang pengarang dapat melakukannya dengan dua cara yaitu secara eksposisi dan dramatik. Cara eksposisi, yaitu penggambaran tokoh dikatakan memiliki sifat-sifat yang sama jika sifat-sifat yang sama itu memiliki bersifat lahiriah maupun batinia. Misalnya pengarang menggambarkan kondisi badannya, umumnya kesukaannya, kesopanannya dan sebaliknya. Sebaliknya cara dramatik, yaitu pengarang secara tidak langsung menjelaskan sifat-sifat atau watak tokoh tatapi hanya memberikan gambaran berupa tindakan atau gerak-gerik seorang tokoh.

Jadi, penokohan atau karakter adalah pengembangan watak yang meliputi pandangan, perilaku, keyakinan dan kebiasaan yang dimiliki para tokoh yang mempunyai tempat tersendiri dalam suatu karya sastra.

5. Latar/setting
Latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya suatu kejadian. Menurut Suroto (1989: 94), latar adalah penggambaran situasi, tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa.

Hudson (dalam Nurasiah 2006: 14), membedakan latar sosial dan latar fisik. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan mastarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikap-sikapnya, adat, kebiasaan, cara hidup, bahasa dan sebagainya yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud latar fisik adalah tempat wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa latar adalah segala mengenai waktu dan ruang (tempat), dan suasana terjadinya peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis yang dilukiskan dalam suatu karya sastra. Sebuah karya sastra yang berlatar lengkap memiliki aspek-aspek tersebut sehingga jelas kepada pembaca tentang kapan, di mana, dam bagaimana peristiwa itu diceritakan terjadi.

6. Sudut Pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan pelaku dalam cerita termasuk diri pengarang itu sendiri. Sudut pandang cerita itu menyatakan bagaiman fungsi pengisah (pengarang) dalam sebuah cerita, apakah ia mengambil seluruh bagian langsung dalam seluruh peristiwa atau sebagai pengamat terhadap objek dari seluruh tindakan-tindakan dalam cerita itu. Pengarang dapat bertindak sebagai tokoh utama yaitu mengisahkan adegan dengan menggunakan kata ganti orang pertama (aku, kami). Pengarang dapat juga sebagai pengamat dengan menggunakan kata ganti orang kedua (kau, kamu).

7. Amanah
Amanah adalah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Menurut Sudjiman (1992: 57), amanah adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang yang diangkat dari sebuah karya sasrta.


Rujukan:
Aminuddin, 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Ginarsa, Ketut. 1989. Struktur Novel dan Cerpen Sastra Bali Modern. Jakarta: Pusat Perkembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hayati dan Winarno. 1990. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Malang: YA3.
Nurasiah,St. 2006. Deskripsi Psikologis Tokoh Utama Pada Novel Kutahu Matiku Karya Nwi Palupi. Skripsi. Makassar: FKIP Unismuh.
Santoso, Puji. 1995. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan.
Sudjiman, 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sukade, Made. 1987. Beberapa Landasan Tentang Sastra. Denpasar: Kayu Mas dan Yayasan Ilmu Seni Lasiba.
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMA. Jakarta: Erlangga.
Baca Lengkap....

Sinopsis Novel Kutahu Matiku karya Nwi Palupi

Sinopsis Novel
“Kutahu Matiku”
Karya: Nwi Palupi

Klara adalah anak bapak Nata Sugara. Ibunya meninggal semenjak Klara duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Klara adalah seorang gadis yang sopan, taat beragama dan cerdas. Klara sangat dekat dengan ayahnya, Klara dibimbing oleh pak Nata Sugara agar menjadi anak yang berbakti dan taat kepada Allah. Nata sugara ayah Klara adalah seorang ayah yang sangat mencintai anaknya, bapak Nata Sugara mempunyai hubungan kedekatan yang sangat kepada Allah. Sehingga proses kematiannya begitu baik. Proses itu sangat dirasakan oleh Klara sebagai anak yang menemaninya hingga akhir hayat. Klara lah yang menyaksikan proses kematian ayahnya. Sehingga sepeninggalan ayahnya Klara adalah orang yang paling merasa kehilangan.

Semenjak ayahnya meninggal Klara tinggal bersama Ibu Rukmi. Klara mengikuti ujian UMPTN. Tetapi, pengumumannya tidak kunjung datang. Klara merasakan semakin tertekan, karena Klara sudah tidak punya tempat berbagi lagi selain ayahnya. Berselang dengan waktu itu, Klara mengenal seorang pemuda yang bernama Galih, yang juga teman dari sahabatnya yang benama Rani. Kehadiran Galih banyak memberikan perhatian kepada Klara. Namun, sebatas sahabat saja. Kepergian ayahnya yang sudah beberapa waktu berlalu ternyata masih menyimpan luka yang dalam buat Klara, hingga akhirnya Klara mencoba untuk membunuh diri.
Sampul Novel Kutahu Matiku

Mendengar ada pengumuman ujian UMPTN telah ada, Klara mencari nama-nama mahasiswa yang lulus di koran-koran. Dia berharap namanya berada dalam tataran nama yang tertulis di lembaran itu. Dan Klara ternyata lulus UMPTN di pilihan kedua yaitu makanisasi Insitut Pertanian Bogor. Demikian juga Galih dia lulus di pilihan keduanya, yaitu teknik sipil Universitas Briwijaya, Malang dan Rani lulus di jurusan akuntansi dengan universitas yang sama dengan Galih.

Kelulusan Kalra di IPB membuatnya harus meninggalkan kota Malang dan berpindah ke Bogor, dan meninggalkan Bu Rukmi yang selama ini merawat dan mengasuh Klara semenjak ayahnya meninggal.

Klara menikmati keindahan kota Bogor yang memiliki curah hujan tertinggi di seantero. Jarak antara kampus dan rumah Mbak Rosa lumayan jauh. Hingga Klara harus menyambung angkot hingga beberapa kali. Perjalanan ini Klara lalui selama satu setengah semester. Dan akhirnya Klara sudah tidak sanggup lagi. Hingga Klara sering sakit-sakitan karena kecapekan.

Melihat kondisi keuangan dan perekonomian kakakya, Klara berinisiatif untuk mencari pekerjaan. Kesana kemari Klara mencari pekerjaan tapi tidak kunjung ada, sebab ijazah yang Klara gunakan adalah ijazah SMU. Sedangkan Klara ingin paruh waku. Sehingga urusan perkuliahannyapun tidak terbengkalai. Hingga akhirnya Klara diterima sebagai pengentri data di tata usaha fakultas. Klara sudah mempunyai pekerjaan, dan pekerjaannya itulah yang membuat Klara sibuk. Tetapi Klara juga tetap memperhatikan urusan kuliahnya. Dan semuanya berjalan seiring. Hingga akhirya Klara bertemu dengan pak Patah salah satu pembimbing olah pernafasan yang juga dari Malang. Pertemuannya dengan pak Patah membuatnya lebih berkonsentrasi dalm bidang spiritual. Melalui bimbingan spiritual pak Patah, secara itens Klara melakoni pembersihan dan penyerahan diri kepada Allah.

Seiring perputaran bumi pada porosnya, beban hidup yang Klara rasakan pun sedikit demi sedikit rontok terterpa sapuan angin rohani. Dan itulah yang membuatnya semakin mandiri. Sekiranya ayahnya tidak meninggal, maka Klara tidak akan tahu bagaimana cara memaknai hidup agar lebih berarti.

Hari demi hari telah dilaluinya, hingga tak terasa sudah kurang lebih dua tahun setengah Klara meninggalkan kota kelahirannya, kota Malang. Kedatangannya ke Malang kali ini lain, sebab luka setelah ditinggalkan oleh ayahnya tidak lagi terasa begitu membekas. Di Malang Klara dan kakaknya Rosa beserta keluarganya merayakan seribu hari ayahnya.

Klara telah berusia duapuluh dua tahun. Dia baru sadar bahwa dia berulang tahun ketika dia mendapat telpon dari Singgih, kakak Galih. Kehadiran Singgih dalam hari-harinya selama di Malang tidak membuat konsentrasinya di pekerjaan menjadi buyar. Dan akhirnya gelar sarjananya pun telah didapatkannya.

Tekanan dari kakaknya Rosa untuk segera menikah telah ada. Olehnya itu kakak iparnya yang bernama Basuki memperkenalkan Klara dengan seorang bawahannya yang bernama Bowo. Dan dari perkenalan yang singkat itu Klara akhirnya menerima lamaran Bowo karena kabar yang dinanti-nanti dari Singgih tidak kunjung tiba.

Pernikahannya dengan Bowo tidak membuatnya bahagia. Karena Klara tidak mencintai lelaki itu, Kalra masih berharap kepada Singgih. Klara tidak rela tubuhnya ditiduri oleh orang yang tidak dicintainya. Gaya bercinta Bowo sangat kasar membuatnya tidak betah, dan ternyata kenyataan yang harus diterima Klara bahwa dia bukan orang pertama yang disetubuhi oleh suaminya. Mendengar pengakuan suaminya, Klara menjadi terguncang. Karena sakit hati, Klara akhirnya mengambil keputusan sepihak unutk memasang alat kontrasepsi tanpa sepengetahuan suaminya.

Menginjak usia perkawinan mereka yang sudah berusia tiga bulan, Bowo dipindah tugaskan ke Aceh, sebagai pimpinan pasukan penjaga keamanan Nanggroe Aceh, daerah tempat terjadinya perseteruan antara NKRI dengan GAM. Semenjak suaminya bertugas, perhatian Mas Bowo tidak berubah. Dia selalu meghubungi Klara dan menyampaika kerinduannya. Hingga akhirnya Klara merasakan adanya benih cinta yang muncul dari kasih sayang dan perhatian dari suaminya itu.

Jarak yang memisahkan mereka membuat Klara semakin bertanya-tanya, sebab kebiasaan Bowo menelfon dan mengabarinya tentang keadaannya di sana ternyata tidak lagi seperi dulu. Klara merasakan perubahan suaminya. Dia mencoba introspeksi diri dengan sikapnya selama ini. Klara akhirnya sering menghabiskan waktu yang dengan hanya memperbaiki hubungan kedekatannya kepada Allah, dan memperbaiki dirinya. Merawat tubuhnya agar ketika suaminya kembali dia akan memberikan cinta dan kasih sayang yang telah dia jaga selama suaminya berada di Aceh.

Klara memutuskan untuk membuka spiralnya, agar dia bisa cepat-cepat dikaruniai anak. Inilah hadiah buat suaminya ketika pulang dari bertugas nanti. Klara menyadari bahwa pernikahan adalah bukan saja sarana untuk melepaska nafsu dan kebutuhan biologis saja, tetapi sarana untuk melakukan ibadah.

Akhirnya Mas Bowo pulang. Tetapi tidak pulang sendirian. Mas Bowo datang bersama istri yang dinikahinya selama dia berada di Aceh. Kenyataaan ini sangat menyakitkan buat Klara. Tetapi dia harus menerimanya dengan tabah dan tegar. Tidak jarang Klara mendapati suaminya bercinta dengan istrinya yang baru di rumahnya sendiri. Dan inilah kenyataaan yang harus diterima oleh Klara. Klara akhirnya mengambil keputusan untuk bercerai dengan suaminya Bowo. Namun, dibalik kesediannya itu Klara berbangga karena sudah sanggup menyelesaikan studinya. Urusan perceraiannya dengan suaminya tidak begitu rumit, sebab Mas Bowo telah memberikan kemudahan dalam prosesnya, walau ini tidak mudah baginya.

Klara akhirnya mengundurkan diri di tempat dimana ia bekerja, dengan alasan ingin kembali ke kampung halamannya yaitu Malang. Klara juga menunggu proses perceraiannya hingga dia pulang ke Malang. Dan tanpa sengaja Klara bertemu dengan Galih yang sedang mengerjakan proyek di Bogor.

Rencana Klara pulang ke Malang ternyata direspon oleh suaminya, dan akhirnya Galih meminta izin untuk mengantar Klara hingga ke Cirebon, kebetulan Galih mau pulag ke Cirebon. Di Cirebon Klara bertemu dengan ibu Rukmi ibu Gallih. Di sanalah Klara beristirahat untuk melanjutkan perjalanannya lagi menuju Malang.

Pertemuannya dengan Bu Rukmi membuat Kalra mengetahui sesuatu yang selama ini menjadi pertanyaannya. Ternyata Singgih ingin melamar Klara, tetap menunggu kabar dari ayahnya sehigga pelamaran itu tertunda. Dan ternyata Klara Nikah duluan dengan Bowo. Dan kejadian itu membuat Singgih sakit hati dan memilih melanjutkan kuliah pascasarjananya di Jogya.

Sesampainya di Malang perasaan Klara baru terasa enak. Tetangga Klara mulai berdatangan menanyakan kabarnya. Klara bertemu dengan Rani, kekasih Galih sewaktu mereka sama-sama di universitas Briwijaya dulu. Pertemuan itu membuatnya akrab dan menjadi sahabat lagi.

Malam itu Galih menelpon menyampaikan kabar Sinta yang penyakit jantungnya kambuh lagi. Dan dia dirawat di RS Syaiful Anwar. Sinta berangkat ke rumah sakit bersama Rani. Di sanalah Rani bertemu kembali dengan Galih. Sinta harus dioperasi dan Rani banyak membantu dalam persoalan ini. Akhirnya luka masa lalu antara Galih dan Rani menjadi hubungan yang baik kembali.

Lebaran telah tiba, Rosa dan keluarga Kalra kembali berkumpul. Banyak hal yang dipertanyakan Rosa kepada Klara mengenai pernikahannya. Klara menjelaskan bahwa itulah yang terbaik buat keutuhan perasaannya. Selang waktu pembicaraan itu telfon berdering dan ternyata itu dari Singgih yang menanyakan tentang slip resep obat Sinta yang terikut di dompet Klara. Serentak Klara kaget dan gugup mendengar suara Singgih. Dengan sakitnya Sinta, Singgih akhirnya bertemu dengan Klara yang selama delapan tahun tidak pernah bertemu.

Sakitnya Sinta juga telah membuat Galih menjatuhkan pilihannya kepada Rani dan ahirnya mereka menikah. Pertemuan antara Klara dan Singgih juga berujung dipernikahan. Cinta yang sudah bertahun-tahun lamanya terpendam akhirnya terkuak juga. Dan akhirya mereka dipertemukan dalam waktu yang sangat singkat.

Bowo yang telah mendapatkan anak dari Tia mengabarkan keadaannya ke Klara, sekalian Klara juga mengabarkan rencana pernikahannya dengan Singgih. Pernikahan Klara dan Singgih berjalan sederhana tetapi penuh dengan kebahagiaan. Mereka memilih tinggal di Jogja sebab Singgih bekerja di sana. Hingga akhirnya Klara hamil. Tetapi janin dalam kandungannya tidak kuat dan akhirnya mereka kehilangan bayi mereka. Walau demikian Klara tetap bahagia sebab Singgih mampu memberikannya kasih sayang yang selama ini dibutuhkannya.

Semenjak kepergian Singgih ke Kairo, Klara lebih senang dan lebih sering menuliskan surat di lembaran-lembaran kertas sebgai wujud perasaannya. Klara menghabiskan waktu dengan bekerja dan menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai istri dan sebagai karyawan. Keresahan hati Klara menjadi pertanyaan jiwanya, hingga akhirnya Klara mendapatkan panggilan telepati dari Pak Patah guru spiritualnya.

Pertemuannya dengan Pak Patah membawa Kalra untuk berkenalan dengan seorang gadis yang bernama Larasati, Larasati adalah seorang gadis yang mempunyai masa lalu yang gelap akibat dari kekejaman keluarga dan ayah tirinya yang tidak pernah bisa memahaminya. Yang akhirnya dipertemukan dengan Pak Patah untuk dibimbing. Klara bertemu dengan Laras dan mereka banyak berbagi kasih. Setelah tanda-tanda kepergiannya dirasakan mulai mendekat, Klara meminta Laras untuk tinggal bersamanya di Jogja. Klara bahkan membimbing Laras untuk menjadi calon istri buat suaminya yang akan ditinggalkannya. Klara telah mengetahui waktu kematiannya, namun Klara tidak mampu membahasakannya.

Laras dipersiapkan untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya. Sebab Klara tidak ingin Singgih bersedih dan merasa kehilangan dengan kepergiannya. Klara menyadari bahwa segala sesuatu yang ada akan pergi dan yang pergi akan kembali. dan detik-detik kepergiannya Klara hanya sanggup menitipkan selembar wasiat dan goresan tangan buat suaminya tercinta.

*****
Baca Lengkap....

Pendekatan dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan diartikan sebagai proses membuat atau cara mendekati, diartikan pula sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan objek yang diteliti atau metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan mengapresiasi adalah memberikan pengertian, pemahaman, dan penghargaan. Jadi mengapresiasi sastra adalah seluruhkegiatan yang berusaha memberikan penilain makna yang diemban pengarang. Dalam mengapresiasi sastra 4 tipe pendekatan berdasarkan keseluruhan situasi karya sastra, alam (universe) pembaca, pengarang (artist), dan karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan objektif.

Pendekatan dalam Karya Sastra

 1. Pendekatan Mimetik
 Pendekatan mimetik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu merupakan tiruan, cerminan, ataupun resperentasi alam maupun kehidupan atau dunia ide. Kriteria yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang hendak digambarkan.

Pandangan tentang mimetic pertama kali diungkapkan oleh filsuf terkenal yaitu Plato yang kemudian diungkapkan lagi oleh muridnya yaitu Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide. Menurutnya lagi, seni adalah sesuatu yang rendah, yang hanya menyajikan suatu ilusi tentang kenyataan dan tetap jauh dari kenyataan.

Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivita smanusia. Dalam sebuah penciptaan sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan.

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetic diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz dalam Qutbi, 2013).

Secara umum, mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.

Berikut beberapa pengertian mimetik menurut para ahli:
  1. Plato mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan.
  2. Aritoteles berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.
  3. Raverzt berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupay auntuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.
  4. Abrams mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruh iteori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg dalam Qutbi, 2013).

2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu sebagai ekspresi, luapan, pikiran, ucapan perasaan segai hasil imajinasi pengarang. Orientasi ini cenderung menimbang karya saatra dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dengan kejiwaan pengarang.

Pendekatan ekspresif adalah teori yang memberi perhatian utamanya pada proses kreatif pengarang dalam menciptakan karya sastra. Penyebab utama terciptanya karya sastra adalah penciptanya sendiri. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek, 1989: hal 89).

Adapun analisis pendekatan ekspresif Abrams terhadap karya sastra membutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Pengenalan dan pemahaman terhadap obyek yang dianalisis dengan cara membaca dengan cermat karya sastra yang akan dianalisis untuk menemukan masalah-masalah yang penting dalam karya tersebut.
  • Pengumpulan kepustakaan yang mungkin bisa menunjang proses analisis karya sastra agar lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
  • Pemahaman secara mendalam dan detail mengenai pengarang berdasarkan data-data yang diperlukan, misalnya menelusuri biografi secara lengkap dari dini hingga tumbuh dewasa dan latar belakang kehidupan pengarang supaya bisa menemukan sikap dan ideologi pengarang. Selanjutnya mencari-tahu pengalaman-pengalaman penting yang dialaminya dan membaca karya-karya lain dari si pengarang agar bisa menemukan karakter, psikologis/kejiwaan, pandangan dan pedoman hidup dari si pengarang. Misalnya menemukan ekspresi ketabahan, keteguhan, keimanan, serta kebiasaan pengarang dalam karya sastra yang disampaikan melalui kisah antar tokoh. Pendekatan ekspresif meyakini jika suatu karya sastra memiliki pencipta yang sangat berpengaruh dalam pemaknaan cerita dan hanya menfokuskan diri terhadap pengarang, baik latar belakang kehidupan, psikologis atau kejiwaan maupun sikap dan pandangan hidup si pengarang.
Pendekatan kritik ekspresif ini menekankan kepada penyair dalam mengungkapkan atau mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang ketika melakukan proses penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan subjektifitasnya saja, bahkan ada yang beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan dengan daya kontemplasi pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah karya yang baik dan sarat makna.

Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.

Langkah-langkah dalam menerapkan pendekatan ekspresif adalah sebagai berikut:
  • Seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji.
  • Melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya. Menurut Todorov dalam menafsirkan unsur-unsur karya sastra bisa dengan cara berspekulasi, sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya memiliki kesadaran diri, dari pada merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya, seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran pemahaman terhadap unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra.
  • Mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcius) setelah jelas baru dituangkan kedalam bentuk secara sadar (conscius). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.

3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu kepada (bagi) pembaca (tujuan keindahan, jenis emosi, atau pendidikan). Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.

Berdasarkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang menekankan kepada struktur bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan konteks sebagai berikut.
  1. Pragmatik adalah studi tentang hubungan-hubungan antarbahasa dengan konteks yang gramatikalisasi atau dikodekan dalam struktur suatu bahasa.
  2. Pragmatik adalah studi tentang semua aspek makna yang tidak terliput dalam teori semantik.
  3. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar untuk uraian pemahaman bahasa.
  4. Pragmatik adalah studi tentang kemampuan pemakaian bahasa untuk memadankan kaliamat dengan kontek yang tepat.
  5. Pragmatik adalah studi tentang dieksis, implikasi, prasuposisi, tidak ujar, dan aspek struktur wacana.
Menurut para ahli, pendekatan pragmatik dapat didefinisikan sebagai berikut:
  • Menurut Teeuw (1994), teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
  • Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
  • Dawse (1960), pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan unsure pelipur lara dan unsure dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap genersai, setiap kurun tertentu di haruskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.

4. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca dan bunia sekelilingnya. Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur yang membentuk karya sastra.

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993: 67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian.

Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984: 134), yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal (Pradotokusumo, 2005: 66).

Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan, Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006: 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin).

Sejalan dengan konsep dasar di atas, memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1989: 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu. Istilah lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006: 35).


Rujukan:

Baligh, Muhammad Jammal. 2014. Pendekatan Ekspresif. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.

Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.

Indriani, Sri. 2015. Analisis Sastra dengan Pendekatan Pragmatik. (Online). https://lotusfeet16.wordpress.com/2015/06/18/analisis-sastra-dengan-pendekatan-pragmatik/ (diakses Januari 2017).

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Qutbi, dkk. 2013. Pendekatan Mimetik: diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Teori Sastra" pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diampu oleh: Imas Juidah, M. Pd. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw.A. 1984. Satra dan Ilmu Satra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek dan Warren. 1989. Teori Kasusastraan. Gramedia Pustaka: Jakarta.
Baca Lengkap....