Pendekatan diartikan sebagai proses membuat atau cara mendekati, diartikan pula sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan objek yang diteliti atau metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan mengapresiasi adalah memberikan pengertian, pemahaman, dan penghargaan. Jadi mengapresiasi sastra adalah seluruhkegiatan yang berusaha memberikan penilain makna yang diemban pengarang. Dalam mengapresiasi sastra 4 tipe pendekatan berdasarkan keseluruhan situasi karya sastra, alam (universe) pembaca, pengarang (artist), dan karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan objektif.
1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu merupakan tiruan, cerminan, ataupun resperentasi alam maupun kehidupan atau dunia ide. Kriteria yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang hendak digambarkan.
Pandangan tentang mimetic pertama kali diungkapkan oleh filsuf terkenal yaitu Plato yang kemudian diungkapkan lagi oleh muridnya yaitu Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide. Menurutnya lagi, seni adalah sesuatu yang rendah, yang hanya menyajikan suatu ilusi tentang kenyataan dan tetap jauh dari kenyataan.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivita smanusia. Dalam sebuah penciptaan sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan.
Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetic diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz dalam Qutbi, 2013).
Secara umum, mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.
Berikut beberapa pengertian mimetik menurut para ahli:
2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu sebagai ekspresi, luapan, pikiran, ucapan perasaan segai hasil imajinasi pengarang. Orientasi ini cenderung menimbang karya saatra dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dengan kejiwaan pengarang.
Pendekatan ekspresif adalah teori yang memberi perhatian utamanya pada proses kreatif pengarang dalam menciptakan karya sastra. Penyebab utama terciptanya karya sastra adalah penciptanya sendiri. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek, 1989: hal 89).
Adapun analisis pendekatan ekspresif Abrams terhadap karya sastra membutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.
Langkah-langkah dalam menerapkan pendekatan ekspresif adalah sebagai berikut:
3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu kepada (bagi) pembaca (tujuan keindahan, jenis emosi, atau pendidikan). Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.
Berdasarkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang menekankan kepada struktur bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan konteks sebagai berikut.
4. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca dan bunia sekelilingnya. Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur yang membentuk karya sastra.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993: 67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian.
Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984: 134), yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal (Pradotokusumo, 2005: 66).
Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan, Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006: 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin).
Sejalan dengan konsep dasar di atas, memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1989: 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu. Istilah lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006: 35).
Rujukan:
Baligh, Muhammad Jammal. 2014. Pendekatan Ekspresif. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.
Indriani, Sri. 2015. Analisis Sastra dengan Pendekatan Pragmatik. (Online). https://lotusfeet16.wordpress.com/2015/06/18/analisis-sastra-dengan-pendekatan-pragmatik/ (diakses Januari 2017).
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Qutbi, dkk. 2013. Pendekatan Mimetik: diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Teori Sastra" pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diampu oleh: Imas Juidah, M. Pd. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw.A. 1984. Satra dan Ilmu Satra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek dan Warren. 1989. Teori Kasusastraan. Gramedia Pustaka: Jakarta.
1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu merupakan tiruan, cerminan, ataupun resperentasi alam maupun kehidupan atau dunia ide. Kriteria yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang hendak digambarkan.
Pandangan tentang mimetic pertama kali diungkapkan oleh filsuf terkenal yaitu Plato yang kemudian diungkapkan lagi oleh muridnya yaitu Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide. Menurutnya lagi, seni adalah sesuatu yang rendah, yang hanya menyajikan suatu ilusi tentang kenyataan dan tetap jauh dari kenyataan.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivita smanusia. Dalam sebuah penciptaan sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan.
Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetic diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz dalam Qutbi, 2013).
Secara umum, mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.
Berikut beberapa pengertian mimetik menurut para ahli:
- Plato mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan.
- Aritoteles berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.
- Raverzt berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupay auntuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.
- Abrams mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu sebagai ekspresi, luapan, pikiran, ucapan perasaan segai hasil imajinasi pengarang. Orientasi ini cenderung menimbang karya saatra dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dengan kejiwaan pengarang.
Pendekatan ekspresif adalah teori yang memberi perhatian utamanya pada proses kreatif pengarang dalam menciptakan karya sastra. Penyebab utama terciptanya karya sastra adalah penciptanya sendiri. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek, 1989: hal 89).
Adapun analisis pendekatan ekspresif Abrams terhadap karya sastra membutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
- Pengenalan dan pemahaman terhadap obyek yang dianalisis dengan cara membaca dengan cermat karya sastra yang akan dianalisis untuk menemukan masalah-masalah yang penting dalam karya tersebut.
- Pengumpulan kepustakaan yang mungkin bisa menunjang proses analisis karya sastra agar lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Pemahaman secara mendalam dan detail mengenai pengarang berdasarkan data-data yang diperlukan, misalnya menelusuri biografi secara lengkap dari dini hingga tumbuh dewasa dan latar belakang kehidupan pengarang supaya bisa menemukan sikap dan ideologi pengarang. Selanjutnya mencari-tahu pengalaman-pengalaman penting yang dialaminya dan membaca karya-karya lain dari si pengarang agar bisa menemukan karakter, psikologis/kejiwaan, pandangan dan pedoman hidup dari si pengarang. Misalnya menemukan ekspresi ketabahan, keteguhan, keimanan, serta kebiasaan pengarang dalam karya sastra yang disampaikan melalui kisah antar tokoh. Pendekatan ekspresif meyakini jika suatu karya sastra memiliki pencipta yang sangat berpengaruh dalam pemaknaan cerita dan hanya menfokuskan diri terhadap pengarang, baik latar belakang kehidupan, psikologis atau kejiwaan maupun sikap dan pandangan hidup si pengarang.
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.
Langkah-langkah dalam menerapkan pendekatan ekspresif adalah sebagai berikut:
- Seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji.
- Melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya. Menurut Todorov dalam menafsirkan unsur-unsur karya sastra bisa dengan cara berspekulasi, sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya memiliki kesadaran diri, dari pada merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya, seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran pemahaman terhadap unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra.
- Mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcius) setelah jelas baru dituangkan kedalam bentuk secara sadar (conscius). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.
3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu kepada (bagi) pembaca (tujuan keindahan, jenis emosi, atau pendidikan). Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.
Berdasarkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang menekankan kepada struktur bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan konteks sebagai berikut.
- Pragmatik adalah studi tentang hubungan-hubungan antarbahasa dengan konteks yang gramatikalisasi atau dikodekan dalam struktur suatu bahasa.
- Pragmatik adalah studi tentang semua aspek makna yang tidak terliput dalam teori semantik.
- Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar untuk uraian pemahaman bahasa.
- Pragmatik adalah studi tentang kemampuan pemakaian bahasa untuk memadankan kaliamat dengan kontek yang tepat.
- Pragmatik adalah studi tentang dieksis, implikasi, prasuposisi, tidak ujar, dan aspek struktur wacana.
- Menurut Teeuw (1994), teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
- Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
- Dawse (1960), pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
4. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca dan bunia sekelilingnya. Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur yang membentuk karya sastra.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993: 67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian.
Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984: 134), yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal (Pradotokusumo, 2005: 66).
Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan, Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006: 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin).
Sejalan dengan konsep dasar di atas, memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1989: 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu. Istilah lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006: 35).
Rujukan:
Baligh, Muhammad Jammal. 2014. Pendekatan Ekspresif. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.
Indriani, Sri. 2015. Analisis Sastra dengan Pendekatan Pragmatik. (Online). https://lotusfeet16.wordpress.com/2015/06/18/analisis-sastra-dengan-pendekatan-pragmatik/ (diakses Januari 2017).
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Qutbi, dkk. 2013. Pendekatan Mimetik: diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Teori Sastra" pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diampu oleh: Imas Juidah, M. Pd. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw.A. 1984. Satra dan Ilmu Satra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek dan Warren. 1989. Teori Kasusastraan. Gramedia Pustaka: Jakarta.