Doa Meminta Husnul Khatimah

Wahai Yang bila diingat
akan menjadi kemuliaan bagi yang mengingat-Nya
Wahai Yang bila disyukuri
menjadi kemenangan bagi orang yang mensyukuri-Nya
Wahai Yang bila ditaati
menjadi keselamatan bagi orang yang mentaati-Nya

Maka limpahkan sejahtera
kepada Nabi Muhammad dan keluarganya
Sibukkanlah hati kami
dengan tetap mengingat dan menyebut-Mu
dari segala macam ingatan dan sebutan
Sibukkanlah lidah kami
dengan tetap mensyukuri-Mu
dari segala macam rasa syukur
Sibukkanlah anggota tubuh kami
dengan tetap mentaati-Mu
dari segala macam ketaatan selain-Mu

Bila Engkau memberikan padaku
waktu luang tanpa kesibukan apapun
maka jadikanlah itu suatu waktu luang
yang membawa keselamatan
tanpa adanya perasaan ikut-ikutan maupun rasa jemu
sehingga malaikat pencatat amalan kejahatan
segera menunggalkan kami dengan catatan yang kosong
dari sebutan dosa-dosa
dan malaikat pencatat kebaikan
segera meninggalkan kami dengan perasaan gembira
karena catatan kami tertulis amalan kebaikan

Bila hari-hari kehidupan kami mulai lewat
Bila batas waktu umur kami telah habis
dan kami sudah harus memenuhi undangan-Mu
yang tak bisa ditunda-tunda lagi
untuk segera dipenuhi

Maka limpahkan sejahtera
kepada Nabi Muhammad dan keluarganya
Isilah di akhir catatan amalan kami
yang ditulis oleh malaikat pencatat amalan
dengan amalan taubat yang diterima
yang tidak lagi dipenuhi catatan dosa atau kemaksiatan
yang pernah kami lakukan

Janganlah Engkau membuka rahasia kami
yang Engkau tutup rapat di hadapan para saksi
di suatu hari di mana seluruh catatan amal hamba-Mu
sedang diperiksa

Sesungguhnya Engkau Maha Penyayang
kepada yang menyampaikan doa kepada-Mu
Maha Penerima Jawaban
kepada yang memanggil-Mu
Baca Lengkap....

Apakah Agama itu?

Definisi Agama

Secara leksikal, kata din berasal dari bahasa Arab yang berarti ketaatan dan balasan. Sedangkan secara teknikal, din berarti iman kepada pencipta manusia dan alam semesta, serta kepada hukum praktis yang sesuai dengan keimanan tersebut. Dari sinilah kata al-ladini (orang yang tak beragama) digunakan pada orang yang tidak percaya kepada wujud pencipta alam secara mutlak, walaupun ia meyakini shudfah (kejadian yang tak bersebab-akibat) di alam ini, atau meyakini bahwa terciptanya alam semesta ini akibat interaksi antar-materi semata. Adapun kata al-mutadayyin (orang yang beragama) secara umum digunakan pada orang yang percaya akan wujud pencipta alam semesta ini, walaupun kepercayaan, perilaku dan ibadahnya bercampur dengan berbagai penyimpangan dan khurafat. Atas dasar inilah agama yang dianut oleh umat manusia terbagi menjadi dua; agama yang hak dan agama yang batil. Agama yang hak merupakan dasar yang meliputi keyakinan-keyakinan yang benar; yang sesuai dengan kenyataan, dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dibangun di atas pondasi yang kokoh dan dapat dibuktikan kesahihannya.

Usuluddin dan Cabang-cabangnya

Dari uraian singkat di atas tampak jelas bahwa istilah din atau agama terdiri dari dua unsur pokok: pertama, akidah atau aqa’id (keyakinan-keyakinan) yang merupakan prinsip agama. Kedua, hukum-hukum praktis yang merupakan konsekuensi logis dari prinsip agama tersebut.
Oleh karena itu, tepat sekali apabila bagian akidah ini dinamakan sebagai ushul (prinsip) agama, dan bagian ahkam (hukum-hukum) praktis dinamakan sebagai furu’ (cabang), sebagaimana para ulama Islam menggunakan dua istilah tersebut pada bidang akidah dan hukum-hukum Islam.

Pandangan Dunia dan Ideologi

Pandangan dunia (Ar-Ru’yah Al-Kauniyyah) dan ideologi adalah dua istilah yang berdekatan artinya. Salah satu arti pandangan dunia ialah seperangkat keyakinan mengenai penciptaan, alam semesta dan manusia, bahkan mengenai wujud secara mutlak.Sedangkan arti ideologi, salah satunya ialah seperangkat pandangan universal tentang sikap praktis manusia. Berdasarkan dua arti ini, sistem akidah setiap agama dapat dianggap sebagai sebuah pandangan yang bersifat universal. Sedang sistem hukum praktis agama yang bersifat umum adalah ideologinya. Maka itu, kedua istilah ini dapat diterapkan pada ushuluddin dan furu’uddin.

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa istilah ideologi itu tidak meliputi hukum-hukum juz’i (partikular), begitu pula istilah padangan dunia itu tidak meliputi keyakinan-keyakinan yang juz'i. Hal lain yang juga perlu diperhatikan ialah bahwa istilah ideologi terkadang digunakan untuk pengertian yang bahkan mencakup pandangan dunia itu sendiri.

Pandangan Dunia Ilahi dan Materialisme

Pada umat manusia, terdapat berbagai pandangan dan keyakinan mengenai penciptaan alam semesta ini. Akan tetapi, semua itu—dari sisi keimanan atau pengingkaran terhadap alam metafisis—dapat dibagi menjadi dua bagian utama; pandangan dunia Ilahi dan pandangan dunia Materialisme.
Dahulu, penganut pandangan dunia Materialisme dikenal sebagai ath-thabi’i dan ad-dahri. Terkadang juga disebut sebagai zindik dan mulhid (ateis). Sedangkan di zaman kita sekarang ini, mereka dikenal sebagai al-maddi (materialis). Di dalam kaum materialis sendiri, terdapat aliran-aliran. Yang paling menonjol pada masa kita sekarang ini adalah Materialisme Dialektika yang merupakan bagian Filsafat Marxisme.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa istilah pandangan dunia tidak terbatas hanya pada kepercayaan agama saja, namun mempunyai pengertian yang lebih luas lagi, karena istilah itu juga digunakan pada pandangan ilhadiyyah (ateisme) dan madiyyah (materialisme), sebagaimana istilah ideologi itu tidak hanya digunakan untuk sistem hukum suatu agama.

Agama Samawi dan Dasar-dasarnya

Para ulama, ahli sejarah agama dan sosiologi berbeda pendapat mengenai kemunculan agama. Adapun sumber-sumber Islam menyatakan bahwa agama tauhid lahir seketika kelahiran manusia pertama. Manusia pertama yang lahir di muka bumi ini adalah nabi (Adam as) dan penyeru ajaran tauhid (mengesakan Allah). Adapun agama-agama musyrik muncul lantaran penyimpangan, pemaksaan kehendak dan ambisi busuk, yang bersifat individu maupun kelompok.

Agama-agama tauhid adalah agama-agama samawi yang hakiki dengan tiga prinsip universal mereka, yaitu pertama: iman kepada Allah Yang Esa. Kedua, iman kepada kehidupan abadi setiap manusia di akhirat kelak untuk menerima pembalasan amal yang pernah ia lakukan semasa hidupnya di dunia. Ketiga, iman kepada para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah untuk memberi hidayah dan bimbingan kepada seluruh umat manusia demi mencapai puncak kesempurnaan dan kebahagiaan dunia serta akhirat.

Pada dasarnya, tiga prinsip ini merupakan jawaban yang paling tegas atas persoalan-persoalan fundamental manusia yang berakal. Yaitu, siapakah pencipta alam semesta ini? Bagaimanakah akhir kehidupan ini? Dan apakah cara untuk mengetahui sistem kehidupan yang terbaik? Sistem kehidupan yang dibangun atas dasar wahyu pada hakikatnya adalah ideologi yang bersumber dari pandangan dunia Ilahi.

Prinsip-prinsip akidah itu mempunyai berbagai konsekuensi dan rincian yang semuanya membentuk sebuah sistem akidah agama. Adanya perbedaan di antara berbagai keyakinan merupakan sebab munculnya berbagai agama dan madzhab. Kita perhatikan bagaimana perbedaan tentang status kenabian sebagian nabi-nabi Ilahi dan tentang penentuan kitab yang orisinil dan utuh menjadi sebab utama perselisihan di antara agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Atau perbedaan-perbedaan lainnya seputar masalah akidah dan ibadah, sehingga sebagian dari agama itu sudah tidak sesuai lagi dengan ajarannya yang murni. Contohnya, keyakinan orang-orang Nasrani terhadap Trinitas yang jelas tidak sesuai dengan prinsip Tauhid, walaupun mereka telah berusaha untuk menafsirkan dan menakwilnya sebegitu rupa agar dapat diterima. Demikian pula perselisihan mengenai kepemimpinan dan penentuan khalifah setelah wafatnya Rasul saw; apakah penentuan khalifah itu urusan Allah ataukah urusan manusia. Persoalan ini merupakan sebab utama terjadinya ikhtilaf antara mazhab Ahli Sunnah dan mazhab Syi’ah di dalam Islam.

Dengan demikian, Tauhid, Kenabian dan Ma’ad (Hari Kebangkitan) adalah prinsip-prinsip akidah pada semua agama samawi. Meski begitu, terdapat keyakinan-keyakinan yang merupakan turunan dari prinsip-prinsip tersebut. Misalnya, keyakinan terhadap keberadaan Allah adalah prinsip pertama, keyakinan terhadap keesaan-Nya adalah prinsip kedua. Atau, keyakinan terhadap Kenabian merupakan sebuah prinsip semua agama samawi, sedangkan keyakinan terhadap kenabian Nabi Muhammad saw adalah prinsip yang khas pada Islam. Sebagian ulama Syi’ah menjadikan Keadilan Tuhan—yang merupakan turunan dari prinsip Tauhid—sebagai prinsip akidah khas Syi’ah. Dan Imamah—sebagai perpanjangan dari Kenabian—adalah prinsip akidah khas Syi’ah lainnya. Sebenarnya, penggunaan kata prinsip (al-ashl) pada ajaran-ajaran akidah seperti ini mengikuti konvensi dan tidak perlu lagi diperdebatkan.

Oleh karena itu, kata ushuluddin dapat digunakan dalam dua istilah; umum dan khusus. Istilah umum ushuluddin mencakup akidah-akidah yang sahih; sebagai lawan dari furu’uddin. Sedang istilah khusus ushuluddin berlaku hanya pada keyakinan-keyakinan yang paling prinsipal. Istilah ushuluddin juga dapat digunakan secara mutlak (tidak hanya khusus bagi sebuah agama) pada sejumlah kesamaan prinsip akidah di antara agama-agama samawi seperti tiga prinsip di atas tadi, yaitu Tauhid, Kenabian dan Kebangkitan. Adapun jika ditambahkan prinsip-prinsip lainnya, istilah yang biasa digunakan adalah ushuluddin khusus. Demikian pula, jika ditambahkan akidah dan keyakinan yang khas pada mazhab tertentu, istilah yang digunakan adalah ushulul madzhab.
Baca Lengkap....

Kata-Kata Penuh Hikmah tentang Akal

  1. Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya seluruh kebaikan hanya dimengerti oleh akal.” [ Tuhaful uqul 54 ; Bihar ul anwar 77:158 ]
  2. Rasulullah bersabda: “Mintalah petunjuk kepada akal, niscaya kamu akan mendapatkannya. Dan jangan menentangnya, niscaya kamu akan menyesal.” [ Ushul kafi 1:25 ]
  3. Imam Ali as berkata: “Akal adalah sumber pengetahuan dan pengajak kepada pemahaman. [ Ghurar ul Hikam, karya al-amudi 1:102 ]
  4. Dari Imam Shadiq as: “Akal adalah petunjuk orang mukmin.” [ Ushul Kafi 1:25 ]

Selain peran dan nilai akal dalam menguak alam semesta, riwayat-riwayat keislaman menegaskan bahwa Allah berhujjah kepada para hamba-Nya melalui akal. Argumentasi ilahi dengan akal dan berbagai implikasinya berupa, siksaan dan tanggung jawab, menunjukkan kepada kita betapa agungnya nilai akal dalam kehidupan manusia dan dalam agama Allah. Imam Musa bin Ja’far as juga berkata: “Allah benar-benar telah menyempurnakan hujjah-hujjah-Nya pada manusia melalui akal, membukakan (akal mereka) dengan al-bayan (penjelasan) dan menunjukkan mereka pada rububiyyah-Nya dengan berbagai dalil (bukti).” [ Bihar ul Anwar 1:132 ]

Nabi Muhammad saww, pernah ditanya, “Apakah Akal itu?” Beliau menjawab: “Ia adalah (alat) untuk ketaatan kepada Allah. Karena, orang-orang yang taat kepada Allah adalah orang-orang yang berakal.” [ Bihar ul Anwar 1:131 ]

Imam Ja’far as-shadiq as pernah ditanya apakah akal itu. Beliau menjawab: “Akal adalah alat yang digunakan untuk menyembah (beribadah) kepada Ar-Rahman , Allah dan untuk memperoleh surga-Nya.” [ Bihar ul Anwar 1:116 ]

Imam Ali as berkata lebih lanjut mengenai akal ini:
  • Akal adalah pedang yang tajam.
  • Bunuhlah hawa nafsumu dengan senjata akalmu.
  • Jiwa memendam berbagai hasrat nafsu. Akal berfungsi untuk mencegahnya.
  • Hati memendam berbagai hasrat jelek, sedangkan akal selalu menahannya.
  • Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan hawa nafsunya dan orang yang tidak menukar akhiratnya dengan dunianya.
  • Orang yang berakal adalah orang yang meninggalkan hawa nafsunya dan yang membeli dunianya untuk akhiratnya.
  • Orang berakal adalah musuh kelezatan dan orang bodoh adalah budak syahwatnya
  • Orang yang berakal adalah orang yang melawan nafsunya untuk taat kepada Allah.
  • Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya.
  • Orang yang berakal adalah orang yang mematikan syahwatnya dan orang kuat adalah orang yang menahan kesenangannya.

Prajurit-prajurit Akal
Tugas akal yang sulit, telah dibantu Allah dengan dianugerahkannya sejumlah kekuatan dan perangkat yang dapat mendukung jerih payahnya itu. Dalam etika Islam ada apa yang namanya Junud al ‘aql (prajurit-prajurit akal) yaitu merupakan sejumlah faktor pendukung.

Dari Sa’d dan Al-Humairi dari Al-baqi dari Ali bin Hadid dari Sama’ah (bin Mahran) berkata: “Saya pernah hadir dalam majlis Abu Abdillah as disana juga hadir sebagai murid yang lain. Majlis itu membahas tentang akal dan kejahilan. Kemudian Abu abdillah berkata:”Kamu hendaknya mengetahui akal beserta bala tentaranya dan kejahilan serta bala tentaranya agar kamu mendapat petunjuk. Kemudian Sama’ah berkata, maka aku bertanya: Semoga jiwaku jadi tebusanmu, saya tidak mengerti kecuali apa yang Anda jelaskan.”

Abu Abdillah menjawab: “Sesungguhnya Allah mengatakan Akal sebagai makhluk pertama yang bersifat ruhany. Saat itu akal terletak disamping kanan arsy yang tercipta dari Nur-Nya". Kemudian Allah berfirman kepada akal: “Menghadaplah!” Akalpun menghadap. Allah berfirman: “Berpalinglah!” kemudian iapun berpaling. Kemudian Allah berfirman: “Kuciptakan kamu sebagai ciptaan yang agung. Kumuliakan kamu diatas seluruh ciptaan-Ku.”

Beliau melanjutkan: “Allah menciptakan jahl (kejahilan) dari laut asin yang dhulmany (gelap gulita). Kemudian Allah menyuruhnya berpaling dan iapun berpaling. Kemudian Allah menyuruhnya menghadap, tetapi kejahilan tetap tidak mau menghadap. Allah berfirman kepadanya: “Kau congkak?” Lalu Allah mengutuknya Kemudian Dia menciptakan 75 tentara akal.”

Melihat hal itu dengan nada permusuhan kejahilan berkata: Tuhan, akal adalah makhluk-Mu sebagaimana juga aku. Mengapa ia Engkau muliakan dengan kekuatan sedang aku lawannya tidak mempunyainya? Berilah aku kekuatan seperti dia. Lalu Allah berfirman: “Baiklah. Tetapi apabila engkau beserta bala tentaramu bermaksiat, maka akan Kukeluarkan kamu sekalian dari Rahmat-Ku. Kejahilan menjawab: “Saya terima janji itu.” Allah kemudian memberinya 75 tentara. Adapun 75 tentara akal dan kejahilan itu adalah:

TENTARA AKAL >< TENTARA JAHL

1. Kebajikan (menteri akal) >< Kejahatan (menteri jahil) 2. Iman >< kufur 3. percaya >< ingkar 4. harapan >< putus asa 5. keadilan >< kezaliman 6. rela >< tidak rela / murka 7. syukur >< ingkar nikmat 8. gemar kebaikan >< putus ikhtiar 9. tawakal >< ambisius 10. lemah lembut >< lalai (ghirrah) 11. kasih sayang >< amarah (ghadhab) 12. ilmu >< bodoh (jahl) 13. cerdik >< dungu (humq) 14. menjaga diri >< ceroboh (tahattuk) 15. zuhud >< hasrat (raghbah) 16. sopan >< kasar 17. waspada >< gegabah (jur’ah) 18. rendah hati >< takabur 19. kalem (ta’uddah) >< tergesa-gesa 20. bijaksana >< konyol (safah) 21. pendiam >< pengoceh (hadzar) 22. menyerah >< menentang 23. mengakui >< membandel 24. lunak >< keras (qaswah) 25. yakin >< syak 26. sabar >< meronta (jaza’) 27. pemaaf (shafh) >< pendendam 28. kaya (ghina) >< fakir 29. tafakur >< lalai (sahw) 30. hapal (hifzh) >< lupa (nisyan) 31. penyambung >< pemutus 32. kanaah >< ingin tambahan (hirsh) 33. emansipasi >< isolasi diri 34. rasa sayang >< rasa permusuhan 35. memegang (wafa’) >< melepas 36. taat >< maksiat 37. khudhuk >< arogansi 38. selamat >< bencana 39. cinta (hubb) >< marah 40. jujur >< bohong 41. hak >< batil 42. amanat >< khianat 43. murni >< noda (syaub) 44. cekatan >< lamban 45. cendikia >< tolol 46. pengetahuan >< penyangkalan 47. pengukuhan >< penyingkapan 48. menjaga aib orang lain >< makar 49. menjaga rahasia >< ekspose 50. shalat >< penyia-nyiaan 51. puasa >< iftar 52. jihad >< lari dari jihad 53. haji >< ingkar janji 54. menjaga omongan >< membongkar skandal 55. bakti kepada orang tua >< durhaka 56. realitas >< riya’ 57. makruf >< tabu 58. menutup aurat >< bersolek 59. taqiyyah >< mengobral perkataan 60. jalan tengan (inshaf) >< fanatisme 61. kebaktian >< onar 62. bersih >< kotor 63. malu >< bugil 64. terarah (qashd) >< bablas (‘udwan) 65. relaks >< lelah (ta’ab) 66. kemudahan >< kesukaran 67. berkah >< binasa 68. afiat >< petaka (bala’) 69. normal >< berlebih 70. hikmah >< hawa nafsu 71. bahagia >< nestapa 72. taubat >< berkeras kepala 73. istiqhfar >< pongah (ightirar) 74. mawas diri >< lengah (tahawun) 75. berdoa >< berpaling (istinkaf)

Ke-75 bala tentara ini tidak akan dipersatukan kembali kecuali pada seorang Nabi, penerus Nabi (Washy) atau seorang Mukmin yang hatinya telah lulus ujian. Selain mereka, mempunyai sebagian. Dan dalam perjalanannya nanti, dia akan menyempurnakan bala tentara akal dalam jiwanya sambil selalu mewaspadai bala tentara jahil. Setelah itu, baru manusia dianggap sederajat dengan para Nabi dan Washy. Tentunya, sebelum mencapai apapun, manusia mesti mengerti dan mengenal akal dan bala tentaranya. Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua untuk berlaku taat dan mendapat ridha-nya.” [ Bihar Ul Anwar 1:109-111 bagian Kitab Al-Aql wa Al-Jahl ] Maka dapat diambil kesimpulan: Tuhan Maha Kuasa, dan karena roh “berasal dari perintah Tuhan-ku”, salah satu ciri utamanya adalah pengetahuan dan kesadaran. Namun nafs menyeret jauh dari cahaya kesadaran roh itu, dan seperti jasad, ia tidak dapat menangkap kilauan cahaya yang bersinar dari balik kegelapannya. Roh memiliki kualitas pemahaman yang disebut AKAL. Dan tingkatan manusia itu dibedakan oleh kekuatan cahaya akal dalam menembus selubung nafs. Memang selalu terjadi pertengkaran yang sengit antara akal dan nafs dan sayangnya bagi sebagian besar orang, nafs lah yang menang. Sedangkan bagi nabi dan orang-orang suci, akal lah yang menang.

Rumi berkata: o Dua ekor rajawali dan elang dalam satu sangkar; mereka saling mencakar ... ... o Dalam setiap desahan nafas kita, akal berjuang melawan godaan nafs. Keterpisahaan dari Sumber telah menyebabkan mereka terpuruk. o Jika desakan nafs keledai telah kalah, akal akan menjadi Messiah. o Sungguh akal dapat melihat setiap akibat, nafs tidak. Akal yang telah dikalahkan nafs menjadi nafs—Yupiter bertekuk lutut pada saturnus, mungkinkah? o Akal adalah cahaya yang mencari kebaikan. Mengapa kegelapan nafs dapat mengalahkannya? o Nafs memiliki rumahnya sendiri, dan akal adalah musafir. Didepan pintunya, seekor anjing begitu tunduk pada singa.

Sumber:
Al Hawa fi Hadis Ahl al Bayt oleh Muhammad Mahdi al-ashify, terbitan Majma’ al-alami li ahl al bayt.
Baca Lengkap....

Faktor-Faktor Kesalahan Akal Menurut al-Qur'an

Ada lima faktor yang disebutkan dalam al-Qur'an yang dapat memperbesar kesalahan kerja akal dalam menjalankan fungsinya:

  1. Lebih mengutamakan dugaan (dzan) daripada hal-hal yang pasti. Al-Qur'an Surah al-An'am: 116, yang bermaksud:

    "Dan jika kamu menuruti kebanyakan (majoriti) orang-orang yang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti prasangka belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."

    Ayat Qur'an Surah Al-Isro': 36, yang bermaksud:

    "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabnya."
  2. Mengikuti jejak langkah nenek moyang, lalu menerima segala yang klasik itu tanpa disertai pembuktian. Lihat Surah al-Baqaroh: 170, yang bermaksud:

    "Dan apabila dikatakan kepada mereka:" Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab:"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apakah) mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun. Dan tidak mendapat petunjuk?"

    Lihat juga Surah al-Maidah: 77, dan 104, al-Qashas: 28, dan 36, al-Syuara': 6, 69, dan 74.

    Jika apa yang dianuti dan diyakini oleh nenek moyang itu dapat dibuktikan kebenaran berdasarkan pembuktian-pembuktian secara aqliah (akal) yang wajar maka al-Qur'an akan membenarkan hal itu. Lihat Surah Yusuf: 38, yang bermaksud:

    "Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku iaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah kurnia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya) tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri(Nya)."

    Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengabadikan sikap Nabi Yusuf AS dengan dalil-dalil yang cukup kuat dapat membuktikan kebenaran ajaran pendahulunya iaitu ajaran Tauhid (ajaran yang tidak mempersekutukan Allah SWT) dan kemudian diikutinya. Dapat juga dilihat dalam al-Qur'an Surah az-Zuhruf: 22-24.
  3. Mengikuti dorongan hawa nafsu (kepentingan-kepentingan peribadi). Lihat Surah an-Najm: 23, yang bermaksud:

    "Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakan; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka."

    Lihat juga Surah aan-An'am: 119, Surah Muhammad: 14, dan 16, Surah Rum: 29, dan Surah al-Qosshos: 50.
  4. Terpengaruh peribadi-peribadi (tokoh-tokoh) tertentu tanpa pembuktian status peribadi tersebut sama ada dia layak diikuti (ditaati) atau tidak. Lihat Surah al-Ahzab: 67, yang bermaksud:

    "Dan mereka berkata:" Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)."
  5. Tergesa-gesa dalam membenarkan atau mengingkari sesuatu tanpa dibuktikan terlebih dahulu termasuk suatu hal yang tidak dibenarkan oleh Islam. Lihat Surah al-A'rof: 169, yang bermaksud:

    ".....yaitu bahawa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar...."

    Maksudnya janganlah menyimpulkan bahawa sesuatu itu benar (datang) dari Allah walhal belum dibuktikan kebenarannya (kesimpulan tersebut). Tergesa-gesa dalam mengingkari sesuatu. Al-Qur'an Surah Yunus: 39, yang bermaksud:

    "Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (Rasul-rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu."
Baca Lengkap....

Nalar Islam (Antara Tradisi Teks dan Tradisi Gnosis)

Untuk membicarakan tema di atas, kita mesti memperjelas atau setidaknya mengingatkan kembali definisi dan pengertian bagian-bagian tema tersebut, sebelum kita masuki pembahasan ini lebih jauh.

Nalar: Nalar atau Pikir memiliki definisi: Gerakan Akal dari yang Diketahui Menuju yang Tidak Diketahui atau yang Dipertanyakan.

Penjelasan:
Ketika seseorang menghadapi masalah yang harus dipikirkan, pertama kali ia menyadari akan hal yang dihadapinya itu, kemudian ( tahab ke dua ) hal tersebut dibawanya ke dalam alam pikirannya sebagai suatu pertanyaan atau kemajhulan yang harus dijawabnya. Sampai di sini ia masih belum dikatakan berfikir.

Tahap ke tiga, ia mencoba mencari informasi-informasi di dalam pikirannya atau benaknya yang berkesuaian dengan masalah yang tengah ia hadapi tersebut. Proses inilah yang biasa dikenal dengan Proses Putar Otak.

Tahap ke empat, ketika ia telah menemukan file-file yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya itu, maka ia segera membawanya ke data semula yang diletakkannya sebagai sesuatu yang mesti diatasinya tersebut ( yang tidak diketahui ), sebagai jawaban atas masalahnya itu.

Tahapan ke tiga dan ke empat inilah yang dikatakan Berfikir, dimana jelas merupakan gerakan akal dari yang diketahui menuju kepada yang tidak diketahuinya, bukan sebaliknya. Sebab perjalanan akal dari yang tidak diketahui menuju yang diketahuinya, hanya merupakan langkah awal dalam kesadarannya ketika ia menghadapi suatu masalah. Ibarat seseorang yang membawakan makalah atau masalahnya ke forum atau temannya untuk didiskusikan, maka hal itu jelas belum bisa dikatakan berdiskusi bersama. Dengan demikian maka jelaslah bahwa berfikir adalah Gerakan Akal dari yang Diketahui Menuju yang tidak Diketahui.

Nalar Islam: Dengan jelasnya makna Nalar di atas, dapat kita definisikan Nalar Islam di sini, yaitu sebagai: Gerakan Akal dari yang Diketahui dari Sumber-sumber ke-Islaman Menuju kepada yang tidak/belum Diketahui.

Penjelasan:
Seluruh informasi seseorang yang didapatkan dari ajaran Islam, dapat dijadikan obyek gerakan akal untuk memecahkan segala masalah yang dihapinya. Tentu saja, luas-sempitnya dan benar-tidaknya informasi itu dapat mempengaruhi ia dalam sukses dan tidaknya menyelesaikan masalah yang dihadapinya tersebut.

Dan karena ukuran kebenaran Islam pada jaman tidak adanya maksum menjadi sulit ditetapkan, maka sesiapun yang mengerrti Islam sebenarnya, tidak bisa dijamin kebenarannya secara pasti, terlebih ia jadikan ukuran kebenaran Islam dan penyelesain terhadap masalah-masalah berikutan yang ia hadapi. Begitulah, ketika Jibril as. sudah tidak turun lagi untuk menguatkan masalah-masalah yang dipahami dan dihadapi, dan Rasul maksumpun dimana bisa dijadikan pengoreksi aktif pahaman kita, telah meninggalkan kita, maka kita tidak lagi berhak mengatakan bahwa hanya milik akulah atau ilmukulah yang benar dan yang lainnya tidak.

Dengan demikian, maka ilmu-ilmu ke-Islaman semua orang pada jaman sekarang adalah relatif. Namun demikian, bagi yang memiliki imam maksum, ketika keluar nanti, maka ia bisa mengoreksikan pahamannya ke imam tersebut, dan bagi yang tidak punya, atau bagi yang punya tapi imamnya masih dalam keadaan ghaib atau belum lahir ( sebagaimana kepercayaan sebagian saudara Ahlussunah ), maka ia hanya bisa mengoreksi pahamannya dengan argumentasi murni, alias tanpa ketaashshuban atau kefanatikan. Sehingga kalau dengan ketulusannya itu ia masih juga keliru, insyaallah akan dicakup dengan firman Allah yang berbunyi:

“Barang siapa keluar dari rumahnya bermaksud berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian mati menjemputnya di tengah jalan, maka sesungguhnya Allah telah menetapkan pahala baginya”
Baca Lengkap....

Download Gratis Silabus dan RPP SMP

Download gratis silabus dan RPP SMP dan SMA:

Bahasa Indonesia
  1. Silabus SMP kelas VII DOWNLOAD
  2. RPP SMP kelas VII DOWNLOAD
  3. Contoh Kisi-Kisi Soal Cerdas Cermat SMP DOWNLOAD

Matematika
Baca Lengkap....

Tanda-Tanda Menjelang Kematian

Setiap yang bernyawa pasti akan mati dan kembali kehadapan Allah Swt. Seperti dalam firman-Nya:


“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (QS Al Baqarah: 28)

Adapun tanda-tanda kematian diuraikan ulama adalah benar dan nyata. Cuma
amalan dan ketakwaan kita saja yang akan dapat membedakan kepekaan kita
kepada tanda-tanda ini. Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan masih mampu memperlihat dan menceritakan kepada keluarga dan sahabat secara lansung akan kesukaran menghadapi sakaratulmaut dari awal hingga akhir hayat Baginda. Imam Ghazali juga seperti yang diriwayatkan memperoleh tanda-tanda ini sehingga beliau mampu menyediakan dirinya untuk menghadapi sakaratulmaut secara sendirian.
Adapun riwayat-riwayat ini memperlihatkan kepada kita sesungguhnya Allah
SWT tidak pernah berlaku zalim kepada hambanya. Tanda-tanda yang diberikan
adalah untuk menjadikan kita umat Islam supaya dapat bertaubat dan bersedia
dalam perjalanan menghadap Allah SWT. Walau bagaimanapun semua tanda-tanda
ini akan dirasakan oleh orang-orang Islam saja, sedangkan orang-orang kafir,
yaitu orang yang menyekutukan Allah tidak akan diberi peringatan sesuai dengan kekufuran mereka kepada Allah SWT.

Adapun tanda-tanda ini terbagi beberapa keadaan:

100 hari sebelum kematian
Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya akan
disadari oleh mereka-mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapat tanda ini baik dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Tanda ini akan berlaku lazimnya selepas waktu Asar. Seluruh tubuh yaitu dari hujung rambut sehingga ke hujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan mengigil. Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lazat dan bagi mereka sadar dan berdetik di hati bahwa mungkin ini adalah tanda mati maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini.

Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan
kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian, tanda ini akan lenyap begitu
saja tanpa bermanfaat. Bagi yang sadar dengan kehadiran tanda ini maka ini adalah peluang terbaik untuk memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.

40 hari sebelum kematian
Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu Asar. Bagian pusat kita akan
berdenyut-denyut. Pada ketika ini daun yang tertulis nama kita akan gugur dari pokok yang letaknya di atas Arash Allah SWT. Maka malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mula membuat persediaannya ke atas kita antaranya ialah ia akan mula mengikuti kita sepanjang masa. Malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas lalu dan jika ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan bingung seketika.

7 hari sebelum kematian
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan musibah kesakitan di mana orang sakit yang tidak makan secara tiba-tiba dan tidak berselera untuk makan.

3 hari sebelum kematian
Pada ketika ini, akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita, yaitu di antara dahi kanan dan kiri. Jika tanda ini dapat dirasa, maka berpuasalah kita selepas itu supaya perut kita bersih dari najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan kita nanti.

Ketika itu, mata menjadi hitam dan tidak bersinar lagi. Bagi orang yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan jatuh dan ini dapat dilihat dari bagian sisi.
Telinganya akan layu di mana bagian ujungnya akan beransur-ansur masuk ke dalam. Telapak kaki perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar diluruskan.

Sehari sebelum kematian
Akan berlaku sesudah waktu Asar di mana kita akan merasakan satu denyutan di sebelah belakang, yaitu pada ubun-ubun yang menandakan kita tidak bisa lagi sampai waktu Asar keesokan harinya.

Tanda Akhir Kematian
Akan berlaku keadaan di mana kita akan merasakan satu keadaan sejuk di
bahagian pusat lalu turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke
bahagian atas. Ketika itu, hendaklah kita terus mengucap kalimat syahadah dan berdiam diri menantikan kedatangan malaikat maut untuk menjemput kita kembali kepada
Allah SWT yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula.

PENUTUP
Marilah kita bertaqwa dan berdoa kepada Allah SWT semoga kita
adalah di antara orang-orang yang yang dipilih oleh Allah yang akan diberi
kesadaran untuk peka terhadap tanda-tanda kematian ini. Semoga kita dapat memohon ampunan dari Allah SWT maupun sesama manusia dari segala dosa dan urusan hutang piutang kita selama hidup dunia.

Oleh itu, marilah kita bersama-sama berusaha dan berdoa semoga kita diberi hidayah dan petunjuk oleh Allah SWT serta kelapangan dan kesehatan tubuh dan juga
fikiran dalam usaha kita untuk mencari keridhaan Allah SWT di dunia
maupun akhirat. Apa yang baik dan benar itu datangnya dari Allah SWT dan apa
yang salah itu adalah dari kelemahan manusia itu sendiri.

Mari bersama-sama memperbanyak bekal kita untuk akhirat nanti.
Baca Lengkap....

Peranan Sastra dalam Dunia Pendidikan dan Masyarakat

Pembelajaran sastra sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yang bersifat klasik tetapi hangat atau up to date. Umumnya yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang tidak apresiatif dan buku-buku penunjang yang tidak tersedia di sekolah. Padahal, pembelajaran sastra tidak perlu dipermasalahkan jika seorang guru memiliki strategi atau kiat-kiat yang dapat dijadikan sebagai alternatif.

Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia pendidikan dan pengajaran. Sebab itu sangat keliru bila dunia pendidikan selalu menganggap bidang eksakta lebih utama, lebih penting dibandingkan dengan ilmu sosial atau ilmu-ilmu humaniora. Masyarakat memandang bahwa karya sastra hanyalah khayalan pengarang yang penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi dan diskriminasi. Padahal karya sastra memiliki pesona tersendiri bila kita mau membacanya. Karya sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik dan budaya dalam bingkai moral dan estetika.

Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.

Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.

Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.

Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan mempesona. Seperti ungkapan perasaan cinta Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi dalam bentuk syair yang begitu mempesona:

Cinta

Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan jadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta tumpukan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Karena cinta Setan berubah menjadi Bidadari
Karena cinta batu yang keras menjadi lembut bagai mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah jadi malaikat
Karena cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan

Sebuah perasaan dilukiskan kedalam karya sastra, karya hati ataupun jiwa menjadi jauh beretika dan berestetika dalam menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain. Namun, yang perlu diketahui oleh kita bahwa bahwa materi pengajaran sastra dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang besar bagi siswa, sastra dapat meningkatkan kepekaan siswa terhadap fakta yang ada di dalam masyarakat, menghaluskan perasaan siswa dan membentuk kepribadian serta budi pekerti luhur. “Siapa yang belajar sastra, maka akan halus hatinya (pekertinya)” (kata Ibnu Qayyim al-Jauzizah)

Belajar sastra bisa dijadikan pijakan untuk mengkaji kehidupan, Di dalamnya termuat nilai-nilai akhlak, moral, filsafat, budaya, politik, sosial dan pendidikan. “sastra juga berguna dalam meningkatkan kepekaan rasa dan memberikan hiburan. Bukan bagi dunia pendidikan namun masyarakat secara umum keberadaan sastra tidak kalah pentingnya. “Ajarkan sastra kepada anak-anakmu agar mereka berani” (pesan Sayidinah Umar Bin Khathatab). Dengan alasan ini juga mengapa para pemimpin perang biasa melantunkan syair di hadapan prajuritnya sebelum berhadapan dengan musuhnya. Simak untaian syair Hindun binti Utbah ketika memberikan semangat pada tentaranya dalam perang Uhud.

Jika kalian maju terus, kami peluk
Dan, kami siapkan kasur empuk
Jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan yang tidak mengenal ramah
Simak lagi syair Abdullah bin Rawahah. Ketika keraguan sempat menyelimutinya dalam perang Mu’tah, ia pun berseru dengan untaian syairnya.
Wahai jiwa, engaku harus turun ke medan
Benci ataupun susah
Biarkan orang-orang berteriak
Mengapa engkau kulihat membenci surga

Seperti dalam puisi atau sajak-sajak Chairil Anwar, sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922, yang mencerita sebuah keberanian seorang pahlawan pada zaman kemerdekaan.

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.

Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
[Chairil Anwar, Februari 1943]

Lalu, apa yang mesti dilakukan agar minat siswa dan masyarakat terhadap sastra bangkit? Pertama, perbaikan kurikulum bahasa Indonesia yang memuat kajian sastra secara proporsional sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Hal tersebut termasuk salah satu tugas pemerintah dan lembaga-lembaga sekolah. Kurikulum yang “mengesampingkan” atau cenderung banyak mengajarkan sastra secara teori saja, mesti di perbaiki. Termasuk dalam hal ini adalah tenaga pengajar. Para guru yang mengajar tidak mengajarkan secara instan kepada murid-muridnya. Melainkan harus menguasai sastra dan berada di garda terdepan dalam memberikan apresiasi pada siswa.
Kedua, kampanye secara terprogram dan terus menerus terhadap pentingnya pendidikan sastra bagi peserta didik. Meningkatkan promosi karya sastra kepada masyarakat dan mengadakan kegiatan-kegiatan sastra dengan melibatkan masyarakat luas untuk memperkenalkan kepada mereka tantang dunia sastra. Untuk itu, media massa harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk bekreasi.
Ketiga, penyediaan sarana yang cukup dan menarik. Hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah karena mahalnya harga buku dan susahnya mendapatkan karya-karya sastra.

Dengan demikian, tidak mengherankan di awal-awal kemerdekaan, negeri pancasila ini melahirkan penulis-penulis, sartawan produktif dan imajinatif. Namun sayang tradisi baik tersebut, tidak ada kelanjutannya sejak mulai memasuki era tahun 50-an. pemerintah yang disibukkan dengan memajukan program-program eksakta. Jadi membaca buku dianggap tidak penting. Ini yang menyebabkan kita tertinggal dalam dunia sastra.

Karenanya, semangat membaca harus dilestarikan dan dipupuk sedini mungkin. Dimulai dari keluarga. Untuk bisa menjadi penikmat sastra. Minimal ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dan dilakukan oleh kita yaitu pertama, membaca. Kedua, membaca dan ketiga membaca.
Baca Lengkap....