Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang atau majas. Bahasa yang digunakan dalam puisi mempunyai kemungkinan makna yang lebih banyak dari karya sastra lainnya.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poeisis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Dalam pandangannya, Hudson (dalam Aminuddin, 1995:134) mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Menurut Jassin (dalam Adri, 2007:7) bahwa puisi merupakan penghayatan kehidupan totalitas yang dipantulkan oleh penciptanya dengan segala pribadinya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, dan lain-lain.
Puisi merupakan jenis karangan yang penyajiannya sangat mengutamakan aspek keindahan. Keindahan yang terdapat dalam puisi terpancar dalam susunan bunyi dan pilihan katanya. Dalam puisi dikenal adanya rima, irama, dan nada. Istilah-istilah tersebut berkaitan dengan efek keindahan bunyi yang dijalin dalam sebuah puisi. Selain keindahan bunyi, keindahan puisi terdapat pula pilihan dan rangkaian kata yang bergaya merupakan unsur penting lain dalam menciptakan efek estetis. Majas menjadikan larik dan bait-bait dalam puisi hidup, bergerak, dan merangsang pembaca untuk memberikan reaksi tertentu dan merenungkan atas apa yang diungkapkan penyair (Kosasih, 2004:175).
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi ini dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau Sang Khalik. Oleh karena itu, bahasa dalam puisi akan terasa sangat ekspresif dan lebih padat. Riffaterre (1978:2) memandang puisi sebagai sebuah penggunaan bahasa yang khusus. Anggapan ini menyiratkan bahwa penggunaan bahasa dalam sastra berbeda dengan penggunaan bahasa dalam pergaulan sehari-hari. Meskipun demikian, keduanya terkait secara substantif.
Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam maka sebagai sarana ekspresinya ia akan memanfaatkan imaji-imaji, majas, serta diksi yang mewakili dan memancarkan nuansa makna tentang keindahan alam yang digambarkannya itu. Jika ekspresinya merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada Sang Khalik, maka bahasa yang digunakannya cenderung bersifat kontemplatif (perenungan) atau penyadaran akan eksistensinya dan hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan (Kosasih, 2004:174).
Selain pendapat di atas Herman J. Waluyo berpendapat bahwa, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.
Bentuk kesastraan yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia adalah puisi, sebab puisi ada sejak manusia mulai ada. Ketika manusia terharu memandang alam yang megah atau mengalami sesuatu yang menggetarkan, setiap kali pula manusia melahirkan kata-kata yang puitis maupun lirik (Waluyo, 1991).
Kata-kata yang berbentuk dan tersusun dengan rapi dan terpilih dengan amat hati-hati tetapi mendukung suasana hati dan pikiran yang hidup terlantar dan menyentuh hati manusia yang lain. Gelora hati yang diucapkan kepada sesama manusia dalam satu seni yang terikat, ketika melakukan sesuatu yang berhubungan dengan suasana batin, senantiasa memulangkan getar hati dari orang yang mendengarnya.
Prinsip puisi adalah berkata sedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin, oleh karena itu untuk memahami arti sebanyak mungkin diperlukan pengetahuan tersendiri dan kepekaan antuisi secara mendalam (Sumardjo dalam Rosliana, 2005: 7).
Berdasarkan uraian dan pendapat tersebut di atas, maka secara sederhana dapat didefinisikan bahwa puisi adalah suatu karya sastra yang mungungkapkan perasaan imajinasi penyair dan dapat meningkatkan pesan dan kesan yang bermanfaat dengan pengkonsentrasian bahasa fisik maupun sekedar bersajak, tidak sekedar bermain bunyi-bunyi bahasa yang berirama, akan tetapi lebih dari itu.
Penyair dengan kemampuan intuisi imajinernya, dan daya ucapnya yang khas, akan bermakna kepada peminat. Fakta-fakta hidup yang dapat diperoleh dalam bentuk cipta puisi tersebut dan nilai-nilai atau amanat yang dapat diraih dari hasil kontenplasi penyair dalam ciptaanya akan diperoleh dalam bentuk cipta puisi yang utuh.
Rujukan:
Adri. 2007. Kajian Semiotik terhadap Puisi Husni Djamaluddin dalam Karyanya “Bulan Luka Parah”. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Halid, Jihadu Ridha dkk. 2011. Penggunaan Teknik Pengamatan Objek Secara Langsung untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Liukang Tupabbiring. Makalah PTK.
Kosasih. 2004. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung: CV Yrama Widya.
Riffeterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington & London: Indiana University Press.
Rosliana. 2005. Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi “Deru Campur Debu” Karya Chairil Anwar. Skripsi. Unismuh: Makassar.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.