Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

Teori Perkembangan yang Sering Menjadi Acuan dalam Bidang Pendidikan

Teori Perkembangan yang Sering Menjadi Acuan dalam Bidang Pendidikan
Ada berbagai teori perkembangan. Pada tulisan ini akan dibahas beberapa teori yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh/global (Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk khusus/spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson).

    Nana Saodih Sukmadinata (2009) menguraikannya sebagai berikut:

    A. Jean Jacques Rousseau

    Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu:

    1) Masa bayi infancy (0-2 tahun), usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat;

    2) Masa anak/childhood (2-12 tahun), disebut juga masa perkembangan sebagai manusia primitif. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara, berfikir, intelektual, moral, dll;

    3) Masa remaja awal/pubescence (12-15 tahun), disebut masa remaja awal/pubescence, ditandai dengan perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut masa bertualang;

    4) Masa remaja/adolescence (15-25 tahun). Pada masa ini tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga disebut masa hidup sebagai manusia beradab.

    B. Stanley Hall

    Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian, faktor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua lingkungan tersebut dapat berbeda.

    Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:

    1) Masa kanak-kanak/infancy (0-4 tahun). Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan;

    2) Masa anak/childhood (4-8 tahun). Masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya;

    3) Masa puber/youth 8-12 tahun). Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan sosial, emosi, moral, intelektual;

    4) Masa remaja/adolescence (12 – dewasa). Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.

    Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk., dapat dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar, masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda. Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut.

    C. Robert J. Havigurst

    Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang menggabungkan antara dorongan tumbuh/berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase, yaitu: 1) Masa bayi/infancy (0 – ½ tahun); 2) Masa anak awal/early childhood (2/3 – 5/7 tahun); 3) Masa anak/late childhood (5/7 tahun – pubesen); 4) Masa adolesense awal/early adolescence (pubesen – pubertas); 5) Masa adolescence/late adolescence (pubertas – dewasa).

    Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages). Ada sepuluh tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu: 1) Ketergantungan – kemandirian; 2) Memberi – menerima kasih sayang; 3) Hubungan social; 4) Perkembangan kata hati; 5) Peran biososio dan psikologis; 6) Penyesuaian dengan perubahan badan; 7) Penguasaan perubahan badan dan motoric; 8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik; 9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol; 10) Kemampuan melihat hubungan dengan alam semesta.

    Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnya.

    D. Jean Piaget

    Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biologi dari Swiss yang hidup pada tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988). Teori-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu:

    1)Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.

    2)Tahap praoperasional (2-4 ahun). Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.

    3)Tahap operasional konkrit (7-11 tahun). Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.

    4)Tahap operasonal formal (11-15 tahun). Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.

    E. Lawrence Kohlberg

    Mengacu kepada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.

    Menurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

    1. Preconventional moral reasoning, yaitu:

    a) Obidience and paunisment orientation. Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan/undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman;

    b) Naively egoistic orientation. Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga orang lain. Kepeduliannya pada keadilan/ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu apakah mendatangkan keuntungan atau tidak.

    2. Conventional moral reasoning, yaitu:

    a) Good boy orientation. Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi ini juga disebut good/nice boy orientation. Anak patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang lain;

    b) Authority and social order maintenance orientation. Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan sistem. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan publik.

    3. Post conventional moral reasoning, yaitu:

    a) Contranctual legalistic orientation. Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah, baik/buruk, suka/tidak suka, dll) adalah relatif, menyadari bahwa hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal mengetur masyarakat;

    b) Conscience or principle orientation. Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (hukum legal dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika/moral.

    F. Erick Homburger Erickson

    Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu. Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan konteks sosial. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada table di bawah ini.

    Tabel  perkembangan psikososial anak

    Pada tahap basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman/aman itulah yang dipercaya oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya. Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya.

    Pada tahap autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Anak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan/didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.

    Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah.

    Pada tahap ini, industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bimbngan dan fasilitasi agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya.

    Pada tahap identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak dihadapkan pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri.

    Pada tahap intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis. Kegagalan pada tahap ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di kehidupan masyarakat.

    Tahap generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan) menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang. Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya (keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali.

    Tahap ini, ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi, mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang paling diharapkan adalah jika tidak ada penyesalan.

    Daftar Pustaka

    Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA: Prentice Hall.

    Harre, R. and Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology. Cambridge, MA: MIT Press.12.

    Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar: Modul Matematika SMP – Karakteristik Siswa. Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga Kependidikan.

    Sukmadinata, N. S. (2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

    Sunardi dan Imam Sujadi (2016). Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016).
    Baca Lengkap....

    Pedagogik: Karakteristik Siswa (Sumber Belajar Penunjang)

    Pedagogik: Karakteristik Siswa (Sumber Belajar Penunjang)
    Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaran terjadi interaksi timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.

      Oleh karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar sesuai dengan karakteristik siswanya.

      Perbedaan karakteristik anak salah satunya dapat dipengaruhi oleh perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.

      1. Metode dalam psikologi perkembangan

      Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti perkembangan sekelompok anak jenius dari masa pra-sekolah sampai masa dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan. Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap perkembangan.

      Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiap perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang sempurna.

      Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui.

      Kelemahannya, peneliti menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu semata-mata karena perkembangan.

      2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan

      Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek, termasuk jasmani, intelektual, emosi, moral, sosial, yang membentuk keunikan pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata, 2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh/global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi, dsb.

      Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus (spesifik).

      3. Teori perkembangan

      Ada berbagai teori perkembangan. Berikut ini akan dibahas beberapa teori yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh/global (Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk khusus/spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009).

      Pembahasan lengkap tentang teori perkembangan yang dimaksud di atas bisa dibaca pada artikel Teori Perkembangan yang Sering Menjadi Acuan dalam Bidang Pendidikan
      Baca Lengkap....

      Paulo Freire dan Wacana Kekuasaan dalam Politik Pendidikan

      Paulo Freire dan Wacana Kekuasaan dalam Politik Pendidikan

      Freire telah membuat salah satu dari banyak konsep kekuasaan yang paling radikal dalam teori sosial kontemporer miliknya. Kekuasaan dipandang sebagai kekuatan yang negatif dan juga positif, sifatnya dialektis tetapi mode of operation-nya selalu represif.

        Menurut Freire, kekuasaan bekerja pada dan melalui masyarakat. Di satu sisi, ini berarti bahwa dominasi tidak pernah sepenuhnya mutlak, yang dalam hal ini kekuasaan bersifat eksklusif dan sebagai kekuatan negatif. Di sisi yang lain, kekuasaan merupakan daya dorong dari semua perilaku manusia di mana masyarakat mempertahankan hidupnya, berjuang dan berusaha mewujudkan cita-cita kehidupannya yang lebih baik.

        Secara umum teori Freire tentang kekuasaan dan gambarannya mengenai sifatnya yang dialektis menunjukkan bahwa fungsi kekuasaan ini sangat penting dan merasuk ke berbagai segi kehidupan.

        Dalam hal ini, kekuasaan tidak dipahami hanya dalam wilayah publik dan pribadi di mana pemerintah, kelas-kelas yang dominan dan kelompok-kelompok lainnya memainkan peran. Kekuasaan itu ada di tangan siapa saja dan menemukan bentuknya dalam ruang publik yang saling beroposisi yang secara tradisional telah kehilangan kekuasaannya dan bentuk bentuk resistensinya.

        Pandangan Freire tentang kekuasaan bukan hanya merupakan cara pandang yang menjadi alternatif dan berguna bagi para teoritisi radikal yang terperangkap dalam keputusasaan dan sinisme, tetapi juga menekankan bahwa kekuasaan itu selalu diikuti dengan pertentangan, ketegangan dan kontradiksi dalam berbagai institusi sosial, seperti sekolah di mana kekuasaan seringkali dianggap sebagai kekuatan positif yang resisten.

        Akhirnya, Freire mengetahui bahwa kekuasaan sebagai sebuah bentuk dominasi tidak dipaksakan pemerintah secara sederhana melalui tangan-tangannya, seperti polisi, tentara dan departemen kehakiman.

        Dominasi dipraktikkan lewat kekuasaan, teknologi dan ideologi yang secara bersama-sama menghasilkan pengetahuan, hubungan sosial dan ekspresi budaya yang berfungsi secara aktif untuk membuat masyarakat diam. Pembicaraan dominasi tidak hanya mengacu pada ekspresi budaya yang mempengaruhi kaum tertindas dalam kesehariannya, namun juga menyangkut bagaimana kaum tertindas ini menginternalisasi pengaruh dan turut melestarikan penindasan tersebut.

        Pembicaraan ini merupakan topik yang sangat penting di dalam buku Freire dan mengindikasikan bagaimana dominasi itu dipraktikkan secara subjektif melalui proses internalisasi dan “pengendapan diri” dalam bentuk-bentuk kebutuhan pribadi.

        Pentingnya menyelidiki dominasi yang menindas secara psikis

        Apa yang sedang kita bicarakan adalah pemikiran Freire tentang betapa pentingnya usaha untuk menyelidiki dominasi yang menindas secara psikis, dan oleh karenanya, juga perlu pengamatan internal terhadap pengetahuan diri dan terhadap bentuk-bentuk emansipasi sosial dan individu.

        Konsep dominasi dan bagaimana kekuasaan bekerja secara represif terhadap jiwa manusia memperluas konsep belajar, termasuk bagaimana manusia belajar tanpa berkata-kata, bagaimana kebiasaan kemudian menjadi sejarah yang beku, dan bagaimana pengetahuan itu sendiri menghambat perkembangan subjektivitas tertentu dan cara manusia menjalani kehidupan di dunia.

        Persepsi terhadap pengetahuan sangat penting karena akan menunjukkan bagaimana perbedaan-perbedaan konsep pengetahuan yang emansipatoris mungkin akan ditolak oleh orang yang mendapatkan keuntungan darinya. Dalam kasus yang seperti ini, masyarakat tertindas mendapatkan akses terhadap logika dominasi mungkin dikarenakan mereka mempertahankan pengetahuan yang bertentangan dengan pandangan dunia mereka.

        Pengetahuan justru turut mempertahankan status quo dominasi ini karena menjadi kekuatan aktif yang bersifat negatif dan menolak untuk melihat adanya kemungkinan lain dalam kehidupan ini. Dengan kondisi yang seperti ini, dari sudut pandang pendidikan muncul pertanyaan, bagaimana para pendidik yang radikal menilai dan mendiskusikan pihak-pihak yang melakukan represi dan yang melupakan tujuan inti dari dominasi?

        Bagaimana penjelasan terhadap kondisi yang tetap menolak untuk mengetahui dan menyelidiki bahwa pengetahuan mengandung kemungkinan yang bertentangan dengan dominasi itu sendiri?

        Pesan Freire dari konsep pendidikannya

        Pesan yang ingin disampaikan Freire dari konsep pendidikannya relatif cukup jelas. Jika pendidik yang radikal mengetahui makna kebebasan, mereka pertama-tama harus menyadari bentuk-bentuk dominasi, di mana dominasi itu tumbuh subur, dan masalah apa yang dihadapi mereka yang ditindas oleh dominasi itu secara subjektif maupun objektif.

        Akan tetapi, proyek ini tidak akan mungkin terlaksana jika mereka tidak mengetahui karakteristik sejarah dan kebudayaan yang spesifik, bentuk-bentuk kehidupan sosial, siapa kelompok penindas dan siapa yang tertindas, sebagai titik awal melakukan analisa. Inilah isu yang diangkat Freire dalam bukunya Politik Pendidikan.


        Sumber:
        Buku Politik Pendidikan (Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan)
        Halaman 16-19
        Penerbit: REaD (Research, Education, and Dialogue) bekerjasama dengan PUSTAKA PELAJAR 2007
        Baca Lengkap....

        SKRIPSI: Pengaruh Standardisasi Biaya Produksi Terhadap Total Quality Control

        SKRIPSI: Pengaruh Standardisasi Biaya Produksi Terhadap Total Quality Control

        I. PENDAHULUAN

        A. Latar Belakang

        Upaya untuk menjaga kontinuitas perusahaan, baik multi nasional maupun perusahaan asing dapat berkembang dengan baik maka pemerintah mengambil langkah-langkah dalam hal pengembangan dan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan.

        Pengaruh standardisasi yang mempunyai peranan adalah kemampuan manajemen yang dimiliki perusahaan seperti faktor lingkungan usaha yang sering sulit dikendalikan oleh perusahaan, struktur distribusi segi budaya sosial dan etika serta persaingan dalam memasarkan hasil produk.

        Salah satu yang perlu diperhatikan perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan yaitu pengendalian kualitas produksi. Maju mundurnya suatu perusahaan, baik ditinjau dari penekanan biaya produksi dan daya saing serta penyesuaian dengan konsumen tergantung dan kualitas barang yang dihasilkan.

        Biaya produksi perusahaan diperlukan satu tolak ukur sebagai bahan untuk mengevaluasi dan mengukur tingkat efesiensi dan efektifitas biaya produksi untuk membandingkan hasil yang dicapai dengan yang di harapkan (Carter,2009).

        Biaya standar akan menghasilkan selisih biaya yang ditetapkan sebelumnya dengan biaya sesungguhnya. Cara yang paling tepat untuk mengetahui dan menghitung besarnya penyimpangan yang terjadi dalam biaya produksi adalah dengan menggunakan analisis varians ( Mulyadi,2009).

        Pengendalian kualitas penting untuk dilakukan oleh perusahaan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan maupun standar yg telah ditetapkan oleh badan lokal dan internasional yang mengolah tentang standardisasi mutu/kualitas, dan tentunya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen.

        Mempertahankan hasil produksi yang berkualitas dan bermutu, dengan mempunyai standardisasi biaya yang telah ditetapkan untuk mempertahankan total quality control. Hal ini untuk memperoleh pengakuan dari konsumen (langganan) telah ditentukan produk untuk mengkompensasikan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan bidang perusahaan.

        PTP. XIV Pabrik Gula Takalar Kabupaten Takalar penting untuk mempertahankan kualitas produksi (quality control) dengan menggunakan biaya standardisasi yang efisien dan efektif. Keadaan ini merupakan suatu hal yang wajar, karena perusahaan adalah organisasi yang usahanya untuk mencapai kemakmuran.

        Biaya total ataupun biaya per unit harus diketahui untuk menentukan harga jual. Besarnya keuntungan atau kerugian, dapat juga diketahui, sebab tiap-tiap transaksi perusahaan selalu membandingkan biaya (cost) yang disertai dengan pengawasan pada saat berproduksi.

        Berdasarkan uraian tersebut penulis memilih perusahaan PTP. XIV Pabrik Gula Takalar Kabupaten Takalar sebagai obyek penelitian dengan mengangkat judul "Pengaruh Standardisasi Biaya Produksi Terhadap Total Quality Control Pada PTP. XIV Pabrik Takalar Kabupaten Takalar”.

        B. Rumusan Masalah

        Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah Apakah Standardisasi Biaya Produksi berpengaruh terhadap Total Quality Control pada PT. Perkebunan Nusantara (persero) kabupaten Takalar.

        C. Tujuan Penelitian

        Untuk mengetahui pengaruh standardisasi biaya produksi terhadap Total Quality Control pada PT. Perkebunan Nusantara (persero) kabupaten Takalar.

        D. Manfaat penelitian

        a. Manfaat Teoritis
        Sebagai konstribusi pengembangan ilmu akuntansi biaya, khususnya yang terkait dengan pengarus standarisasi biaya produksi terhadap total quality control.

        b. Manfaat Praktis
        Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna sebagai referensi dasar untuk penelitian berikutnya dalam bidang yang sama.

        c. Kebijakan
        Sebagai bahan masukan perusahaan untuk mengevaluasi kembali sistem akuntansi biaya yang ada terutama mengenai standardisasi biaya produksi terhadap total quality control.


        Untuk selengkapnya bisa download melalui TOMBOL DOWNLOAD di bawah!


        Baca Lengkap....

        Makalah: Pemanfaatan Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Kepada Pengguna

        Makalah: Pemanfaatan Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Kepada Pengguna

        BAB I
        PENDAHULUAN

        Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan salah satu unsur utama dalam menunjang kegiatan Tri Darma Perguruan Tinggi atau dapat disebut jantung dari Perguruan Tinggi. Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan sarana untuk pemenuhan kebutuhan informasi sivitas akademika, khususnya mahasiswa dan dosen. Koleksi perpustakaan sangat penting untuk terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan informasi dari waktu ke waktu, perkembangan informasi akan meningkatkan pemanfaatan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa dan sivitas akademika perguruan tinggi pada umumnya.

        Kebutuhan pengguna untuk memenuhi informasi yang berguna sebagai pendukung kegiatan belajar bagi seluruh sivitas akademika. Kebutuhan informasi setiap orang berbeda-beda. Begitu juga dengan kebutuhan informasi pengguna perpustakaan lainnya. Sehingga infomasi tersebut tidak up to date dan tidak sesuai dengan kebutuhan informasi pengguna saat ini. Seharusnya perpustakaan harus mampu menyediakan kebutuhan informasi bagi penggunanya untuk memaksimalkan fungsi perpustakaan dan pemanfaatan pengguna terhadap perpustakaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi bagi sivitas akademika.

        Dengan adanya perpustakaan mendukung pemenuhan informasi penggunanya. Oleh karena itu, perpustakaan sebagai penyedia informasi (information provider), sudah saatnya memposisikan diri sebagai institusi terdepan dimana saat ini seluruh masyarakat secara global telah mengarah kepada kebutuhan informasi sebagai komponen utama masyarakat modern. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan tentang bagaimana pemanfaatan Perpustakaan apakah sudah memenuhi kebutuhan informasi dari pengguna, Jika belum perlu diperbaiki agar pemanfaatan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna secara maksimal.

        BAB II
        PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INFORMASI KEPADA PENGGUNA

        2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi
        Perpustakaan perguruan tinggi sering disebut sebagai jantungnya universitas karena tanpa perpustakaan tersebut maka proses pelaksanaan belajar mengajar disivitas akademika mungkin kurang optimal. Perpustakaan perguruan tinggi seperti yang telah diketahui secara umum merupakan salah satu fasilitas yang harus ada pada sebuah perguruan tinggi. Karena perpustakaan menjadi tempat pencarian dan perolehan informasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa perguruan tinggi dalam kegiatan pembelajaran dan menunjang kegiatan penelitian. Seperti yang dikatakan oleh Sutarno (2006, 36).

        Di bawah ini dijelaskan beberapa pendapat tentang pengertian perpustakaan perguruan tinggi sebagai berikut:

        Menurut Hasugian (2009:79) menyatakan pengertian perpustakaan perguruan tinggi adalah Perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu terpenuhinya tujuan perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi sebagai perpustakaan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tinggi yang layanannya diperuntukkan sivitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan.

        Pendapat Sutarno dalam bukunya Perpustakaan dan Masyarakat (2003:35) mendefenisikan “perpustakan perguruan tinggi merupakan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan yang sederajat yang berfungsi mencapai tri dharma perguruan tinggi, sedangkan penggunanya adalah seluruh civitas akademika”.

        Sedangkan menurut Syahrial-Pamuntjak (2000:5) dalam bukunya Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan, menyatakan bahwa: Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, perpustakaan fakultas, perpustakaan akademi, dan perpustakaan sekolah tinggi.

        Berdasarkan beberapa defenisi dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada di bawah naungan sebuah universitas atau perguruan tinggi lainnya yang sederajat yang penggunanya adalah mahasiswa dan civitas akademika.

        ===========================

        Untuk makalah lengkapnya bisa di downlad melalui salah satu tombol download di bawah!


        Baca Lengkap....

        Dasar-Dasar Pendidikan: Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran

        Dasar-Dasar Pendidikan: Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran

        Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran

        Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah: 1) Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan; 2) Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psiko-motorik, maupun afektif; 3) Belajar berkat mengalami baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain, belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan (lingkungan fisik dan sosial).

        Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:

        1) Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik sebab berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

        2) Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan/atau terhadap situasi pembelajarannya.

        3) Aktivitas belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan modia yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.

        4) Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru, sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.

        5) Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masingBerkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur lujuan, bahan pelajaran, strategi. alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.

        Sumber buku:
        Judul: PROFESIONALISME GURU DALAM PEMBELAJARAN
        Penulis: Drs. H. Zainal Aqib, M. Pd.
        Dicetak oleh: Percetakan Insan Cendekia, Jl. Kaliwaron 58, Surabaya.
        Cetakan Pertama, 2002. Cetakan Kedua, 2007, Cetakan Ketiga, 2010.
        Baca Lengkap....

        Pengertian Kata Ulang dan Jenisnya (2)

        Halo sahabat IKB, kali ini saya akan berbagi tentang Makna, Kata, dan Kata Ulang dalam beberapa bagian postingan. Ini adalah bagian 2 dari postingan ini. Untuk bagian pertama bisa kunjungi Pengertian Makna, Kata, Kata Ulang dan Jenisnya (1).

        Bagian 2

        Jenis-Jenis Kata Ulang
        Kata ulang terbagi ke dalam empat jenis. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut:
        a. Pengulangan seluruh bentuk kata dasar atau dwilingga
        Pengulangan utuh terdiri atas dua macam. Pertama, perulangan terhadap kata dasar, kedua, perulangan terhadap kata berimbuhan. Contoh:
        (1) buah : buah-buahan
        (2) gunung : gunung-gunung
        (3) kejadian : kejadian-Kejadian
        (4) lari : lari-lari
        (5) merah : merah-merah
        (6) pagi : pagi-pagi
        makna kata ulang

        Pengulangan sebagian atau dwipurna
        Pengulangan sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Dalam hal ini, bentuk dasarnya tidak diulang seluruhnya melainkan sebagian saja. Bentuk dasar pengulangan sebagian ini terdiri atas bentuk kompleks dan bentuk tunggal.
        1) Pengulangan sebagian dengan kata dasar bentuk tunggal, yaitu:
        (1) laki………lalaki/lelaki
        (2) tamu…….tatamu/tetamu
        (3) sama…….sasama/sesama
        (4) pohon……popohon/pepohonan
        2) Pengulangan sebagian dengan kata dasar bentuk kompleks, yaitu:
        (1) minuman : minum-minuman
        (2) makanan : makan-makanan
        (3) berlari : berlari-lari
        (4) ditusuk : ditusuk-kusuk
        Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk komplek, kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
        - Bentuk men-misalnya
        mengambil : mengambil-ambil
        mengemasi : mengemas-emasi
        membaca : membaca-baca
        melambaikan : melambai-lambai
        memperkatakan : memperkata-kata
        - Bentuk di - misalnya:
        dikemasi : dikemas-kemasi
        ditarik : ditarik-tarik
        ditanami : ditanam-tanami
        disodorkan : disodor-sodorkan
        - Bentuk ber-misalnya:
        berjalan : berjalan-jalan
        bertemu : bertemu-temu
        bermain : bermain-main
        berkata : berkata-kata
        berlarut : berlarut-larut
        - Bentuk ter-misalnya:
        terbatuk : terbatuk-batuk
        terbentur : terbentur-bentur
        tersenyum : Tersenyum-senyum
        terbalik : Terbalik-balik
        terjatuh : Terjatuh-jatuh
        - Bentuk ber-an misalnya:
        berlarian : berlari-larian
        berjauhan : berjauh-jauhan
        bersentuhan : bersentuh-sentuhan
        berdekatan : berdekat-dekatan
        berpelukan : berpeluk-pelukan
        - Bentuk an-misalnya:
        sayuran : sayur-sayuran
        karangan : karang-karangan
        tumbuhan : tumbuh-tumbuhan
        minuman : minum-minuman
        makanan : makan-makanan
        - Bentuk ke-misalnya:
        kedua : kedua-dua
        ketiga : ketiga-tiga
        keempat : keempat-empat
        kelima : Kelima-lima
        3) Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembunuhan afiks
        Pengulangan ini terjadi bersama-sama dengan proses pembunuhan atiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang keteta-keretaan. Ada dua pilihan proses pembentukan kata ulangnya.
        kereta : kereta-kereta
        kereta : kereta-keretaan
        Dari faktor arti, pilihan pertama dan kedua berbeda, bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta mengatakan makna banyak, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna banyak contoh:
        (1) anak : anak-anakan
        (2) rumah : rumah-rumahan
        (3) orang : orang-orangan
        (4) gunung : gunung-gunungan
        (5) putih : keputih-putihan
        (6) luas : seluas-luasnya
        4) Pengulangan dengan perubahan fonem
        Pengulangan dengan perubahan fonem adalah pengulangan yang terjadi dengan cara mengulang bentuk dasar disertai perubahan bunyi pada salah satu suku kata, dan biasanya terjadi pada fonem vokal atau fonem konsonan, seperti:
        1) Pengulangan fonem vokal, yaitu:
        (1) gerak : gerak-gerik
        (2) robek : robak-robik
        (3) serba : serba-serbi
        (4) bolak : bolak-balik
        2) Pengulangan fonem konsonan, yaitu:
        (1) lauk : lauk-pauk
        (2) ramah : ramah-tamah
        (3) sayur : Sayur-mayur
        (4) tali : tali-mali
        (5) beras : beras-petas
        Contoh dalam kalimat: ibu sedang memasak lauk-pauk, sayur-mayur yang dibelinya di pasar, Ramlan (1985: 62).

        Fungsi Kata Ulang/Reduplikasi
        Sebagai salah satu bentuk proses morfologis, maka proses reduplikasi atau pengulangan tidak berfungsi mengubah golongan jenis kata. Dengan demikian, pada umumnya reduplikasi tidak mempunyai fungsi gramatik. Jika ada maka bentuk-bentuk ulang yang mengandung fungsi gramatik hanya terbatas pada beberapa bentuk tertentu saja.
        a. Mengubah golongan kata kerja menjadi kata benda
        Walaupun pada umumnya perulangan atau reduplikasi tidak mempunyai fungsi gramatik, namun ada juga beberapa reduplikasi seperti contoh berikut ini:
        (1) injak : injak-injak (kata kerja)
        (2) undur : undur-undur (kata kerja)
        (3) karang : karang-karangan (kata kerja)
        Bentuk ulang di atas dapat lebih jelas diketahui dalam konteks kalimat seperti dibawah ini:
        injak-injak itu merusak
        undur-undur itu masih sangat kecil
        karang-karangan itu menyenangkan
        Bentuk ulang dalam kalimat di atas menduduki unsur subjek. Sebagai subjek bentuk ulang tersebut merupakan golongan kata benda meskipun berasal dari bentuk dasar golongan kata kerja.
        b. Mengubah golongan kata sifat menjadi kata keterangan.
        Contoh :
        (1) rajin menjadi serajin-rajinnya
        (2) cepat menjadi secepat-cepatnya
        (3) malas menjadi semalas-malasnya
        c. Mengubah bentuk tunggal menjadi bentuk jamak
        Contoh:
        (1) ibu menjadi ibu-ibu
        (2) makanan menjadi makanan-makanan
        (3) lauk menjadi lauk-pauk

        Makna Kata Ulang
        Kata Ulang memiliki beberapa makna, di antaranya adalah sebagai berikut:
        a. Menyatakan makna banyak
        (1) bintang-bintang : banyak bintang
        (2) pembangunan-pembangunan : banyak pembangunan
        (3) murid-murid : banyak murid
        (4) buah-buahan : banyak buah
        (5) kemajuan-kemajuan : banyak kemajuan
        Makna banyak tidak selalu dinyatakan dengan pengulangan. Misalnya dalam kalimat rumah penduduk banyak yang rusak akibat angin belian.
        b. Menyatakan makna banyak
        Disini makna banyak telah berhubungan dengan bentuk dasar, melainkan berhubungan dengan kata yang “diterangkan”. Kata yang diterangkan pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat, misalnya kata rumah dalam frase rumah besar-besar, dan pada tataran klausa menduduki fungsi sebagai subjek, misalnya kata rumah dalam klausa rumah itu besar-besar. Pengulangan pada kata besar-besar itu mengatakan makna ‘banyak’ bagi kata yang “diterangkan”, dalam hal ini kata rumah.
        Contoh lain, misalnya:
        mahasiswa itu pandai-pandai
        pohon ditepi pohon itu rindang-rindang
        c. Menyatakan makna tak bersyarat
        (1) meskipun hujan, saya akan datang
        (2) jambu-jambu mentah dimakannya
        (3) duri-duri diterjang
        (4) dararah-darah diminum
        d. Mengatakan makna yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar
        Proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuan afiks-an.
        (1) kuda-kudaan : yang menyerupai kuda
        (3) gunung-gunungan : yang menyerupai gunung
        (4) rumah-rumahan : yang menyerupai rumah
        (5) kemuda-mudaan : menyerupai (anak) muda
        e. Mengatakan bahwa perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan dengan santai
        (1) berjalan-jalan
        (2) makan-makan
        (3) minum-minum
        (4) tidur-tidur
        f. Mengatakan bahwa perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai (menyatakan makna saling)
        (1) pukul-memukul
        (2) tolong-menolong
        (3) dorong-mendorong
        (4) surat-menyurat
        (5) olok-memperolokkan
        Makna saling bisa juga dilakukan dengan pembubuhan afiks ber-an.
        Bersalam-salaman
        berpandang-pandangan
        berpukul-pukulan
        g. Menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar.
        (1) karang-mengarang
        (2) cetak-mencetak
        (3) jilid-menjilid
        (4) potong-memotong
        (5) masak-memasak
        h. Menyatakan perbuatan yang pada bentuk dasarnya dilakukan berulang-ulang
        (1) berteriak-teriak
        (2) memukul-mukul
        (3) memetik-metik
        (4) menyobek-nyobek
        i. Menyatakan makna agak
        (1) kemerah-merahan
        (2) kehitam-hitaman
        (3) kekuning-kuningan
        (4) kebiru-biruan
        j. Menyatakan makna tingkat yang paling tinggi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afik se-nya (kualitatif).
        (1) sepenuh-penuhnya
        (2) serajin-rajinnya
        (3) sekuat-kuatnya
        (4) sedalam-dalamnya
        (5) seluas-luasnya

        Sumber: Bahrun, 2007. Kemampuan Siswa Kelas II SMK Gunung Sari Makassar Menentukan Makna Kata Ulang. Skripsi. FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
        Baca Lengkap....

        Pengertian Makna, Kata, Kata Ulang dan Jenisnya (1)

        Halo sahabat IKB, kali ini saya akan berbagi tentang Makna, Kata, dan Kata Ulang dalam beberapa bagian postingan. Untuk bagian 2, silahkan kunjungi Pengertian Kata Ulang dan Jenisnya (2)

        Bagian 1

        1. Makna
        Makna adalah maksud suatu kata atau isi suatu pembicaraan atau pikiran. Makna suatu kata diartikan pula sebagai hubungan antara atau lambang-lambang bahasa, baik itu berupa ajaran ataupun tulisan, dengan hal atau barang yang dimaksudnya.

        2. Kata
        Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dengan makna yang bebas dari definisi tersebut, terdapat dua hal yang menandai sebuah kata yakni:
        a. Merupakan satuan bahasa terkecil.
        b. Mengandung makna yang bebas.

        makna dan kata ulang

        Menurut Kamisa (1997: 288) kata adalah kumpulan dari beberapa huruf yang diucapkan dan mengandung makna sebagai ungkapan perasaan.

        3. Bentuk Dasar Kata Ulang
        Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Satuan yang diulang disebut bentuk dasar. Misalnya:
        rumah-rumah : bentuk dasarnya rumah
        sakit-sakit : bentuk dasarnya sakit
        rintangan-rintangan : bentuk dasarnya rintangan
        dua-dua : bentuk dasarnya dua
        4. Kata Ulang
        Kata ulang atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang. Satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. Yasin (1988:128) mengatakan bahwa kata ulang atau reduplikasi adalah pengulangan atas suatu bentuk dasar, dan bentuk dasar sebagai hasil pengulangan tersebut dinamakan kata ulang.

        Sebuah kata ulang dibentuk dengan berbagai cara, baik pengulangan sebagian bentuk dasar, seluruh bentuk dasar pemberian fonem, ataupun dengan pengulangan berimbuhan. Dengan proses seperti ini, maka tidak semua bentuk kata ulang mempunyai bentuk dasar yang sama, walaupun setiap kata ulang memiliki bentuk dasar yang diulang. Bentuk dasar tersebut merupakan bentuk linguistik.

        Menurut Kusno (1986: 58) bahwa kata ulang adalah salah satu bentuk kata jadian yang terjadi karena suatu kata diulang sehingga timbul perubahan makna. Dalam kaitannya dengan proses pembentukan kata ulang. Yasin (1988: 131) mengatakan bahwa pada umumnya bentuk kata ulang tidak menunjukkan golongan kata bentuk dasarnya.

        Dengan demikian, apabila bentuk ulang kebetulan merupakan golongan kata benda, maka dapat diketahui pula bahwa bentuk dasarnya juga merupakan golongan kata benda. Seperti anak-anak, mobil-mobilan, baik-baik, buah-buahan, pelan-pelan, kemalas-malasan dan lain-lain. Proses pengulangan ada juga yang berfungsi mengubah golongan kata. Pada kata ulang seperti karang-mengarang, cetak-mencetak, potong-memotong, jilid-menjilid, proses pengulangan mempunyai fungsi sebagai pembentuk kata nominal dari kosa kata, dan pada kata ulang seperti secepat-cepatnya, serajin-rajinnya, setinggi-tingginya, sekuat-kuatnya, proses pengulangan berfungsi sebagai pembentuk kata keterangan dan kata sifat.


        Sumber: Bahrun, 2007. Kemampuan Siswa Kelas II SMK Gunung Sari Makassar Menentukan Makna Kata Ulang. Skripsi. FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar

        Untuk bagian 2, silahkan kunjungi Pengertian Kata Ulang dan Jenisnya (2)
        Baca Lengkap....

        Kisah Hidup “Penyair Besar” Kahlil Gibran

        Kahlil Gibran (Gibran Khalil Gibran) adalah seorang seniman, penyair dan penulis Lebanon-Amerika. Gibran lahir di Basyari, Libanon pada tanggal 6 Januari 1883, yang pada saat itu termasuk dalam provinsi Suriah di Khilafah Turki Ustmani. Menghabiskan sebagian masa menulisnya di Amerika Serikat. Salah satu karyanya yang sangat tenar adalah sebuah buku yang berjudul The Prophet.
        Kisah Hidup “Penyair Besar” Kahlil Gibran
        Kahlil Gibran
        Gibran dibesarkan dalam keluarga penganut katolik-maronit yang taat. Daerah tempat ia dilahirkan adalah wilayah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir sehingga tak heran jika fenomena-feomena alam yang ditangkap Gibran di masa kecil tersebut banyak dituangkan dan menjadi inspirasi dari sebagian karya-karyanya. Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke kota Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Transisi Budaya dan akulturisasi yang dialami Gibran sedikit banyak berpengaruh pada gaya tulisan Gibran yang lebih adaptatif dan membentuk corak tulisan dengan sentuhan budaya arab dan barat. Gibran tinggal di Boston selama 3 tahun dan kembali ke Beirut, Lebanon dan bersekolah di Madrasah Al Hikmat sejak tahun 1898 hingga 1901.

        Selama awal-awal masa remajanya, terjadi banyak konflik politik yang terjadi di Lebanon. Kesultanan Ustmaniyah kian lemah dan kurang mendapat simpati di mata rakyat Lebanon di masa itu, ditambah lagi banyakya penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan organisasi-organisasi gereja serta minimnya peran wanita Asia Barat serta wanita arab yang menjadi sekedar pendamping bagi kaum pria banyak menginspirasi tulisan-tulisannya yang dituangkan dalam karya-karya sastra berbahasa Arab.
        Kisah Hidup “Penyair Besar” Kahlil Gibran
        Foto Kahlil Gibran oleh Fred Holland Day, skt. 1898.
        Gibran kembali ke Boston saat ia menginjak usia 19 tahun, namun ingatan dan kenangannya tentang Lebanon tak pernah bisa lepas dari hatinya, Di boston dia menulis tulisan-tulisan yang berkisah tentang negeri kelahirannya untuk mengekspresikan dirinya. Dua kultur budaya yang berbeda memberinya kebebasan menulis yang lebih luas bagi Gibran, semua dituangkan lewat karya-karya satra yang megilhami banyak orang di masa itu.

        Gibran menulis skrip drama pertamnya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Karya pertamanya yang berjudul Spirits Rebellious (pemberontakan jiwa) yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras bagi orang-orang korup di gerja tempatnya beribadat dan negaranya, ditulis di Boston dan diterbitkan di New York. Akibat dari tulisan kerasnya tersebut, gibran menerima hukuman pengucilan dari Gereja Maronit, namun sindiran-sindiran Gibran yang tertuang dalam tulisannya banyak dianggap sebagai suara pembebasan bagi kaum-kaum tertindas di Asia Barat.

        Di awal karir dan pembentukan diri selama di Paris, Gibran harus menerima kenyataan pahit, saat menerima berita duka yang dikabarkan dari konsulat Jendral Turki, Adik perempuannya, Sultana, yang baru berunur 15 tahun meninggal akibat penyakit TBC. Gibran segera memutuskan untuk kembali ke Boston, dan tak lama berselang, kakak laki-lakinya, Peter, juga meninggal akibat penyakit yang sama. Dan dalam duka yang menimpanya, Gibran kembali dihadapkan pada kegetiran saat Ibu yang memuja dan dipujanya telah meninggal karena serangan Tumor ganas yang menggerogotinya. Satu-satunya keluarga yang tersisa hanya adiknya, Marianna.

        Kematian bertubi-tubi keluarganya terjadi di antara bulan maret dan juni tahun 1903, tragedi itu menyisakan banyak pergolakan batin yang menghantui Gibran selama hidupnya, ia dihantui banyak trauma dan ketakutan akan penyakit dan kemiskinan yang menghinggapi hidup keluarganya. Gibran harus bersusah payah dan bekerja keras untuk dapat menghidupi dirinya dan satu-satunya kelurga yang tersisa, Marianna, dan berupaya bangkit dengan kondisi keluarga yang tak lagi utuh.

        Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns, Boston. Berkat kegigihan dan usaha keras dari mereka berdua, Gibran kembali dapat meneruskan karir dan bakatnya dalan kesusteraan.

        Pada tahun 1908, Gibran kembali ke Paris, disana dia hidup senang dan terjamin karena secara rutin menerima uang yang cukup dari Mary Haskell, seorang wanita yang dikenal mempunyai hubungan dekat dengan Gibran semenjak dia hidup di Boston. Mary Haskell adalah seorang kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua dari Gibran. Dari tahun 1909 sampai 1910, Gibran belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Gibran mendirikan sebuah studio di West Csdar Street di bagian kota Beacon Hill sekembalinya ke Boston. Dan diapun berinisiatif mengambil alih pembiayaan keluarganya.

        Pada tahun 1911, gibran pindah ke kota New York. Di kota itu, gibran menghabiskan waktu berkesenian dan bekerjanya di apartemen studionya di 51 west tenth street, sebuah tempat yang sengaja didirikan untuk tempatnya melukis dan menulis.

        Sebelum tahun 1912, Gibran menerbitkan karya spektakulernya "Broken Wings" yang diterbitkan dalam bahasa arab. Buku ini berkisah tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya, namun Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oprtunis. Sebagian orang menyebut bahwa karyanya tersebut merupakan refleksi dari kehidupan pribadi cinta Gibran di masa mudanya di Lebanon terhadap seorang gadis bernama Hana Fakher.

        Di masa mudanya, Gibran dikenal dekat dengan Mary Elizabeth Haskell. Dia dikenal dekat dan sangat mengagumi pribadi wanita tersebut. Hubungan cinta mereka terkendala dengan banyaknya perbedaan yang ada antara Gibran dan Mary, hingga akhirnya Mary dilamar dan menikah dengan seorang pengusaha kaya bernama Florence Minis, karena ketidak jelasan hubungannya dengan Gibran yang semakin kentara.

        Hingga periode tahun 1932 Gibran banyak menelurkan karya-karya sastranya yang banyak menjadi inspirasi banyak wanita arab di masa itu dan membangkitkan semangat emansipasi diantara mereka.

        Pada tanggal 10 april 1931, jam 11 malam Gibran menghembuskan nafas terakhirnya setelah sekian lama digerogoti penyakit sirrosis hepatis dan TBC paru, meski Selama itu dia selalu menolak untuk dibawa ke Rumah Sakit. Hingga pada akhirnya pagi tanggal 10 april dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village dan meninggal disana. Mary Hasskel yang kala itu tengah merawat suaminya yang sedang sakit, menyempatkan diri untuk datang melayat Gibran. jenazah Gibran dikebumikan pada tanggal 21 agustus di Mar Sarkis, sebuah biara karmelit. tempat dimana Gibran melakukan ibadah.

        Kisah Hidup “Penyair Besar” Kahlil Gibran
        Memorial Kahlil Gibran di Washington, D.C.
        Sepeninggal Gibran, murid didiknya yang bernama Barbara Young mulai menerbitkan karya-karya Gibran yang belum sempat dipublikasikan, dan mengenalkan kepada dunia luas tentang karya-karya besar yang pernah dibuat Gibran. kini banyak orang mulai mengenal Kahlil Gibran sebagai seorang penyair besar yang memberi arti besar pada perkembangan kesusasteraan dunia.

        Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kahlil_Gibran
        Baca Lengkap....

        Metode Preview, Question, Read, Reflect, Recite and Review (PQ4R)

        A. Pengertian Metode PQ4R
        Metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu methodos berarti cara atau jalan yang ditempuh. Istilah metode menurut Anwar (2001: 281) adalah “cara yang telah diatur dan berpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara belajar dan sebagainya”.

        Pendapat lain dikemukakan oleh T. Raka Joni (Mappasoro, 2011: 26) bahwa metode adalah “cara yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan”. Ini berarti metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah dipilih atau ditetapkan.


        Berdasarkan pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahawa metode adalah prosedur atau cara yang menggambarkan langkah-langkah dalam kegiatan proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

        B. Hakikat Metode PQ4R
        Metode PQ4R lahir dari pengembangan metode SQ3R. Ternyata metode SQ3R belum sempurna karena masih dibutuhkan sebuah langkah lagi yaitu reflect (refleksi), guna mengembangkan informasi yang terdapat pada sebuah bacaan dan memindahkanya dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang

        Menurut Suprijono (2012: 103) “Pengalaman awal bisa dibangun melalui aktifitas membaca, sehingga peserta didik akan memiliki cadangan pengetahuan (stock of knowledge). Salah satu metode membaca yang efektif digunakan adalah metode PQ4R”.

        Sementara menurut Yulianti (2013) metode PQ4R adalah suatu metode membaca yang digunakan untuk membantu siswa berpikir kritis dengan memanfaatkan daya ingat siswa sehingga dapat membantu siswa memahami suatu bacaan.

        PQ4R dilahirkan atas pendapat bahwa pembaca dapat mengembangkan keterampilan membacanya karena PQ4R merupakan metode yang efektif untuk membantu pembaca berpikir kritis dalam memahami suatu bacaan dan mengingatnya dalam waktu panjang sehingga pembaca memiliki cadangan pengetahuan.

        C. Langkah-langkah Metode PQ4R
        Menurut Abidin (2012: 100) tahapan metode PQ4R dilaksanakan dalam enam tahap yaitu: “(1) membaca sekilas (preview), (2) membuat pertanyaan (question), (3) membaca dalam hati (read), (4) merefleksi (reflect), (5) menceritakan kembali (recite) dan (6) meninjau kembali (review)”. Tahap pelaksanaannnya dapat diuraikan sebagai berikut:
        1) Tahap prabaca
        a) Mempersiapkan bahan bacaan Guru mempersiapkan dan memperkenalkan bahan/wacana yang akan dibaca, memperkenalkan metode PQ4R melalui penjelasan atau selebaran langkah-langkah PQ4R kepada siswa.
        b) Membaca sekilas bahan/ wacana
        c) Menyusun pertanyaan. Berdasarkan hasil membaca sekilas, siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui proses membaca.

        2) Tahap membaca
        a) Membaca dalam hati. Siswa membaca dalam hati untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya dengan membaca cepat. Jika siswa menemukan jawabannya, siswa membaca lambat sambil menulis jawaban dari pertanyaan.
        b) Refleksi. Siswa membandingkan informasi yang telah diperolehnya dengan informasi baru yang didapatkan dari hasil membaca.
        c) Menceritakan kembali. Siswa menyusun kembali jawaban dari pertanyaaan sebagai perpaduan antara pengetahuan sebelum membaca dan setelah membaca, kemudian menceritakan kembali tanpa melihat wacana.

        3) Tahap pascabaca
        Meninjau ulang. Siswa menceritakan kembali pemahaman isi wacana dan untuk meyakinkan siswa dapat membaca sekilas kembali bahan/ wacana yang diberikan guru.

        D. Kelebihan dan kelemahan Metode PQ4R
        Pendapat Trianto (2007: 156) yang menyatakan bahwa keunggulan dan kelemahan metode PQ4R adalah:
        (a)Metode PQ4R dapat mengaktifkan pengetahuan awal siswa dan mengawali proses pembuatan hubungan antara informasi baru dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, (b) Metode PQ4R membantu siswa mengingat apa yang telah dibaca/efektif membantu siswa menghafal informasi dari bacaan, (c) Metode PQ4R membantu siswa memahami suatu bacaan, (d) Metode PQ4R memotivasi siswa untuk belajar sendiri, (e) Metode PQ4R membantu siswa berpikir kritis, dan (f) Metode PQ4R meningkatkan konsentrasi siswa terhadap isi bacaan.
        Sedangkan kelemahan dari metode PQ4R adalah (a) Tidak tetap diterapkan pengajaran pengetahuan yang bersifat prosedural seperti pengetahuan keterampilan dan (b) Sangat sulit dilaksanakan jika saran seperti buku siswa (buku paket) tidak tersedia di sekolah.

        Senada dengan pendapat Puspitasari yang menyataan bahwa pembelajaran metode PQ4R memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan (Riadi, 2013) antara lain:
        1) Keunggulan
        a) Sangat tepat digunakan untuk pengajaran pengetahuan yang bersifat deklaratif berupa konsep-konsep, definisi, kaidah-kaidah, dan pengetahuan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
        b) Dapat membantu siswa yang daya ingatannya lemah untuk menghafal konsep-konsep pelajaran.
        c) Mudah diterapkan pada semua jenjang pendidikan.
        d) Mampu membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan proses bertanya dan mengomunikasikan pengetahuannya.
        e) Dapat menjangkau materi pelajaran dalam cakupan yang luas.

        2) Kelemahan
        a) Tidak tepat diterapkan pada pengajaran pengetahuan yang bersifat prosedural seperti pengetahuan keterampilan.
        b) Sangat sulit dilaksanakan jika sarana seperti buku siswa (buku paket) tidak tersedia di sekolah.

        Bertemali dengan pendapat sebelumnya, bahwa keunggulan dari metode PQ4R yaitu memiliki langkah-langkah terstruktur yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas siswa dalam proses belajar, dengan diterapkan metode ini siswa dapat menyimpan materi yang dipelajari dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang artinya pemahaman siswa akan materi yang dipelajari dapat tersimpan lama, dapat membuat siswa disiplin dalam membaca, dapat meningkatkan kemampuan bertanya, kemampuan mengkomunikasikan pendapat dan juga dapat dijadikan sebagai ritual sehari-hari sehingga siswa termotivasi dalam meningkatkan minat bacanya. Selain dari itu, terdapat kelemahan dari metode ini yaitu, tidak tepat diterapkan pada pengajaran pengetahuan yang bersifat prosedural seperti pengetahuan keterampilan proses dan sangat sulit dilaksanakan jika sarana seperti buku siswa (buku paket) tidak tersedia di sekolah dalam jumlah yang banyak.


        Rujukan:
        Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.
        Anwar, Dessy. 2001. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Abadi Tama.
        Mappasoro. 2011. Strategi Pembelajaran. Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.
        Riadi, Muchlisin. 2013. Strategi Membaca PQ4R. (Online). http://strategi membaca pq4r-pengertian dan referensi.htm. (diakses 21 Januari 2014)
        Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
        Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
        Yulianti, L. Eva. 2013. Penerapan Metode Preview, Question, Read, Reflect, Recite and Review (PQ4R) untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SD. Skripsi. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia.
        Baca Lengkap....

        Unsur-Unsur yang Membangun Karya Sastra

        Pada dasarnya karya sastra dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah tema, alur, tokoh, penokohan, latar/setting, sudut pandang dan amanah.

        1. Tema
        Setiap fiksi haruslah mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Penulis menuliskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar tersebut. Dengan demikian tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra . Scharbach (dalam Nurasiah, 2006: 11), mengatakan bahwa istilah tema berasal dari bahasa latin yaitu tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Jadi tema adalah ide sebuah cerita atau sesuatu yang menjadi pengarang yang dibeberkan melalui tindakan-tindakan tokoh cerita itu terutama tokoh utama. Tema yang baik harus bersama di dalam unsur cerita.
        Unsur Karya Sastra

        2. Alur
        Alur adalah rangkaian cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin 2002: 83). Menurut Sukade ( 1987: 3), alur mula-mula dikaitkan dengan unsure cerita atau pencerita, kemudian berkembang sebagai akibat logis dari berbagai unsur secara kompleks. Menurut Hayati dan Winarno (1990: 10), alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung menyambung dalam suatu cerita. Dengan demukian alur merupakan suatu jalur lintasan atau urutan suat peristiwa yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita.

        Pengarang mengkomunikasikan novelnya melalui tokoh-tokohnya. Tokoh ini melaksanakan peran masing-masing sehingga timbul situasi konflik menurut Ginarsa (1989: 11), adanya alur disebabkan oleh terbentuknya kekuatan-kekuatan yang terjadi karena adanya problema yang perlu diselesaikan.

        3. Tokoh
        Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya dalam peristiwa dalam kehidupan sehari-hari selalu diembang oleh tokoh-tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengembang peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau disebut penokohan.

        Menurut Santoso (1995:106-107), tokoh adalah pelaku yang memainkan peran dalam cerita rekaan. Pada umumnya tokoh dalam cerita rekaan adalah manusia, tetapi dapat pula tokoh yang berwujud binatang, benda-benda, tumbuhan, dewa, jin, dan roh yang diinsankan.

        Tokoh dalam cerita fiksi dapat dibedakan beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut nama penamaan itu dilakukan. Tokoh utama atau tokoh protagonis adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh kedua atau tokoh antagonis adalah tokoh atau pelaku yang menyambungi atau membayang-bayangi bahkan menjadi musuh tokoh utama.

        Tokoh penyebab terjadi konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung bersifat fisik atau batin.

        4. Penokohan
        Penokohan yang ditemukan dalam cerita fiksi adalah pelaku imajinatif, pelaku yang ada dalam benak pengarang. Pelaku imajinatif itu tidak akan dijumpai sekalipun dicari di seluruh dunia. Pelaku imajinatif tidak dapat ditangkap oleh alat indera. Ia hanya dapat ditangkap oleh daya imajinasi seseorang melalui raut muka, bentuk tubuh dan perilakunya. Karakter tokoh atau pelaku dapat dikenal lewat penggambaran baik yang dilakukan pengarang pencerita maupun oleh pelaku.

        Hayati dan Winarno (1990: 1), mengungkapkan bahwa dalam penggambaran, seorang pengarang dapat melakukannya dengan dua cara yaitu secara eksposisi dan dramatik. Cara eksposisi, yaitu penggambaran tokoh dikatakan memiliki sifat-sifat yang sama jika sifat-sifat yang sama itu memiliki bersifat lahiriah maupun batinia. Misalnya pengarang menggambarkan kondisi badannya, umumnya kesukaannya, kesopanannya dan sebaliknya. Sebaliknya cara dramatik, yaitu pengarang secara tidak langsung menjelaskan sifat-sifat atau watak tokoh tatapi hanya memberikan gambaran berupa tindakan atau gerak-gerik seorang tokoh.

        Jadi, penokohan atau karakter adalah pengembangan watak yang meliputi pandangan, perilaku, keyakinan dan kebiasaan yang dimiliki para tokoh yang mempunyai tempat tersendiri dalam suatu karya sastra.

        5. Latar/setting
        Latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya suatu kejadian. Menurut Suroto (1989: 94), latar adalah penggambaran situasi, tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa.

        Hudson (dalam Nurasiah 2006: 14), membedakan latar sosial dan latar fisik. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan mastarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikap-sikapnya, adat, kebiasaan, cara hidup, bahasa dan sebagainya yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud latar fisik adalah tempat wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.

        Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa latar adalah segala mengenai waktu dan ruang (tempat), dan suasana terjadinya peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis yang dilukiskan dalam suatu karya sastra. Sebuah karya sastra yang berlatar lengkap memiliki aspek-aspek tersebut sehingga jelas kepada pembaca tentang kapan, di mana, dam bagaimana peristiwa itu diceritakan terjadi.

        6. Sudut Pandang (Point of view)
        Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan pelaku dalam cerita termasuk diri pengarang itu sendiri. Sudut pandang cerita itu menyatakan bagaiman fungsi pengisah (pengarang) dalam sebuah cerita, apakah ia mengambil seluruh bagian langsung dalam seluruh peristiwa atau sebagai pengamat terhadap objek dari seluruh tindakan-tindakan dalam cerita itu. Pengarang dapat bertindak sebagai tokoh utama yaitu mengisahkan adegan dengan menggunakan kata ganti orang pertama (aku, kami). Pengarang dapat juga sebagai pengamat dengan menggunakan kata ganti orang kedua (kau, kamu).

        7. Amanah
        Amanah adalah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Menurut Sudjiman (1992: 57), amanah adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang yang diangkat dari sebuah karya sasrta.


        Rujukan:
        Aminuddin, 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
        Ginarsa, Ketut. 1989. Struktur Novel dan Cerpen Sastra Bali Modern. Jakarta: Pusat Perkembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
        Hayati dan Winarno. 1990. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Malang: YA3.
        Nurasiah,St. 2006. Deskripsi Psikologis Tokoh Utama Pada Novel Kutahu Matiku Karya Nwi Palupi. Skripsi. Makassar: FKIP Unismuh.
        Santoso, Puji. 1995. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan.
        Sudjiman, 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
        Sukade, Made. 1987. Beberapa Landasan Tentang Sastra. Denpasar: Kayu Mas dan Yayasan Ilmu Seni Lasiba.
        Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMA. Jakarta: Erlangga.
        Baca Lengkap....

        Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

        Pengertian pembelajaran berbasis masalah

        Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBI) menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
        Problem Based Learning

        Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problembased learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

        Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).

        Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.

        Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.

        Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.

        Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar, bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2), pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti pembelajaran proyek, pendidikan berdasarkan pengalaman, pembelajaran autentik, pembelajaran berakar pada kehidupan nyata. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.

        Pembelajaran berbasis masalah berlandaskan pada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (prilaku mereka) melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pelajaran berdasarkan masalah kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri.

        Pembelajaran berbasis masalah akan ditelusuri melalui tiga aliran pikiran utama abad ke-20.

        1) Dewey dan Kelas Demokratis
        Seperti pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian Johan Dewey. Dalam demokrasi dan pendidikan (1916) Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata. Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.

        2) Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
        Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme dan diatas konsep inilah PBI kontemporer diletakkan. Jean Piaget (1886-1980) seorang ahli psikologis Swiss, selam 50-tahun lebih mempelajari bagaimana anak berpikir dan proses-proses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya.

        Pandangan konstruktivisme kognitif dikembangkan banyak didasarkan pada teori Piaget pandangan ini, seperti halnya Piaget, mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan itu tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun, dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.

        Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi dimana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas dari istilah itu mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan yang ia temukan pada saat yang lain.

        Lev Vygotsky (1986-1934) adalah seorang ahli psikologi Rusia yang karyanya karena sensor komunis tidak banyak diketahui oleh para ahli psikologi Eropa dan Amerika sampai akhir-akhhir ini. Sementara itu keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam berbagai hal. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui. Oleh semua tahap perkembangan budaya, individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya, Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

        Satu ide kunci yang berkembang dan ide Vygotsky tentang aspek sosial belajar adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, siswa mempunyai dua tingkat perkembangan, tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai pemfungsian intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas kemampuannya sendiri.

        Pentingnya ide-ide Vygotsky dalam pendidikan adalah jelas. Pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari guru atau teman sejawat yang lebih mampu.

        3) Bruner, dan Pembelajaran Penemuan
        Era 1950-an dan 1960-an menunjukkan reformasi kurikulum yang berarti di Amerika Serikat, yang dimulai dengan matematika dan IPA, kemudian meluas ke bidang sejarah, humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Pedalogi dari kurikulum baru meliputi pengajaran berdasarkan aktivitas dimana siswa-siswa diharapkan menggunakan pengalaman dan observasi langsung mereka sendiri.

        Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor dalam era reformasi kurikulum tersebut. Dia dan koleganya menyediakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai pembelajaran penemuan, sesuatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan siswa. Pembelajaran berbasis masalah, dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna mahasiswa mempunyai kesempatan dalam memilih dan melakukan penyelidikan apapun baik didalam dan diluar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antar disiplin.


        Rujukan:
        Ibrahim, Muslimin, Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.
        Baca Lengkap....

        Pengertian Makna dan Kata serta Pembagiannya [2]

        Jenis-Jenis Kata Ulang

        Kata ulang terbagi ke dalam empat jenis. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut:

        a. Pengulangan seluruh bentuk kata dasar atau dwilingga
        Pengulangan utuh terdiri atas dua macam. Pertama, perulangan terhadap kata dasar, kedua, perulangan terhadap kata berimbuhan. Contoh:
        (1) buah : buah-buahan
        (2) gunung : gunung-gunung
        (3) kejadian : kejadian-Kejadian
        (4) lari : lari-lari
        (5) merah : merah-merah
        (6) pagi : pagi-pagi


        b. Pengulangan sebagian atau dwipurna
        Pengulangan sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Dalam hal ini, bentuk dasarnya tidak diulang seluruhnya melainkan sebagian saja. Bentuk dasar pengulangan sebagian ini terdiri atas bentuk kompleks dan bentuk tunggal.
        1) Pengulangan sebagian dengan kata dasar bentuk tunggal, yaitu:
        (1) laki……… lalaki/lelaki
        (2) tamu…… tatamu/tetamu
        (3) sama…… sasama/sesama
        (4) pohon…… popohon/pepohonan

        2)Pengulangan sebagian dengan kata dasar bentuk kompleks, yaitu:
        (1) minuman : minum-minuman
        (2) makanan : makan-makanan
        (3) berlari : berlari-lari
        (4) ditusuk : ditusuk-kusuk

        Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk komplek, kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
        - Bentuk men-, misalnya:
        mengambil : mengambil-ambil
        mengemasi : mengemas-emasi
        membaca : membaca-baca
        melambaikan : melambai-lambai
        memperkatakan : memperkata-kata

        - Bentuk di-, misalnya:
        dikemasi : dikemas-kemasi
        ditarik : ditarik-tarik
        ditanami : ditanam-tanami
        disodorkan : disodor-sodorkan

        - Bentuk ber-, misalnya:
        berjalan : berjalan-jalan
        bertemu : bertemu-temu
        bermain : bermain-main
        berkata : berkata-kata
        berlarut : berlarut-larut

        - Bentuk ter-, misalnya:
        terbatuk : terbatuk-batuk
        terbentur : terbentur-bentur
        tersenyum : Tersenyum-senyum
        terbalik : Terbalik-balik
        terjatuh : Terjatuh-jatuh

        - Bentuk ber-an, misalnya:
        berlarian : berlari-larian
        berjauhan : berjauh-jauhan
        bersentuhan : bersentuh-sentuhan
        berdekatan : berdekat-dekatan
        berpelukan : berpeluk-pelukan

        - Bentuk an-, misalnya:
        sayuran : sayur-sayuran
        karangan : karang-karangan
        tumbuhan : tumbuh-tumbuhan
        minuman : minum-minuman
        makanan : makan-makanan

        - Bentuk ke-, misalnya:
        kedua : kedua-dua
        ketiga : ketiga-tiga
        keempat : keempat-empat
        kelima : Kelima-lima

        c. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembunuhan afiks
        Pengulangan ini terjadi bersama-sama dengan proses pembunuhan atiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang keteta-keretaan. Ada dua pilihan proses pembentukan kata ulangnya.
        kereta : kereta-kereta
        kereta : kereta-keretaan

        Dari faktor arti, pilihan pertama dan kedua berbeda, bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta mengatakan makna banyak, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna banyak contoh:
        (1) anak : anak-anakan
        (2) rumah : rumah-rumahan
        (3) orang : orang-orangan
        (4) gunung : gunung-gunungan
        (5) putih : keputih-putihan
        (6) luas : seluas-luasnya

        d. Pengulangan dengan perubahan fonem
        Pengulangan dengan perubahan fonem adalah pengulangan yang terjadi dengan cara mengulang bentuk dasar disertai perubahan bunyi pada salah satu suku kata, dan biasanya terjadi pada fonem vokal atau fonem konsonan, seperti:
        1) Pengulangan fonem vokal, yaitu:
        (1) gerak : gerak-gerik
        (2) robek : robak-robik
        (3) serba : serba-serbi
        (4) bolak : bolak-balik

        2) Pengulangan fonem konsonan, yaitu:
        (1) lauk : lauk-pauk
        (2) ramah : ramah-tamah
        (3) sayur : Sayur-mayur
        (4) tali : tali-mali
        (5) beras : beras-petas

        Contoh dalam kalimat : ibu sedang memasak lauk-pauk, sayur-mayur yang dibelinya di pasar, Ramlan (1985: 62).

        Fungsi Kata Ulang/Reduplikasi
        Sebagai salah satu bentuk proses morfologis, maka proses reduplikasi atau pengulangan tidak berfungsi mengubah golongan jenis kata. Dengan demikian, pada umumnya reduplikasi tidak mempunyai fungsi gramatik. Jika ada maka bentuk-bentuk ulang yang mengandung fungsi gramatik hanya terbatas pada beberapa bentuk tertentu saja.
        a. Mengubah golongan kata kerja menjadi kata benda
        Walaupun pada umumnya perulangan atau reduplikasi tidak mempunyai fungsi gramatik, namun ada juga beberapa reduplikasi seperti contoh berikut ini:
        (1) injak : injak-injak (kata kerja)
        (2) undur : undur-undur (kata kerja)
        (3) karang : karang-karangan (kata kerja)

        Bentuk ulang di atas dapat lebih jelas diketahui dalam konteks kalimat seperti dibawah ini :
        injak-injak itu merusak
        undur-undur itu masih sangat kecil
        karang-karangan itu menyenangkan

        Bentuk ulang dalam kalimat di atas menduduki unsur subjek. Sebagai subjek bentuk ulang tersebut merupakan golongan kata benda meskipun berasal dari bentuk dasar golongan kata kerja.

        b. Mengubah golongan kata sifat menjadi kata keterangan.
        Contoh:
        (1) rajin menjadi serajin-rajinnya
        (2) cepat menjadi secepat-cepatnya
        (3) malas menjadi semalas-malasnya

        c. Mengubah bentuk tunggal menjadi bentuk jamak
        Contoh:
        (1) ibu menjadi ibu-ibu
        (2) makanan menjadi makanan-makanan
        (3) lauk menjadi lauk-pauk

        Makna Kata Ulang
        Kata Ulang memiliki beberapa makna, di antaranya adalah sebagai berikut:
        a. Menyatakan makna banyak
        (1) bintang-bintang : banyak bintang
        (2) pembangunan-pembangunan : banyak pembangunan
        (3) murid-murid : banyak murid
        (4) buah-buahan : banyak buah
        (5) kemajuan-kemajuan : banyak kemajuan

        Makna banyak tidak selalu dinyatakan dengan pengulangan. Misalnya dalam kalimat rumah penduduk banyak yang rusak akibat angin belian.

        b. Menyatakan makna banyak
        Di sini makna banyak telah berhubungan dengan bentuk dasar, melainkan berhubungan dengan kata yang “diterangkan”. Kata yang diterangkan pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat, misalnya kata rumah dalam frase rumah besar-besar, dan pada tataran klausa menduduki fungsi sebagai subjek, misalnya kata rumah dalam klausa rumah itu besar-besar. Pengulangan pada kata besar-besar itu mengatakan makna ‘banyak’ bagi kata yang “diterangkan”, dalam hal ini kata rumah.

        Contoh lain, misalnya mahasiswa itu pandai-pandai dan pohon di tepi pohon itu rindang-rindang.

        c. Menyatakan makna tak bersyarat
        (1) meskipun hujan, saya akan datang
        (2) jambu-jambu mentah dimakannya
        (3) duri-duri diterjang
        (4) dararah-darah diminum

        d. Mengatakan makna yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar
        Proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuan afiks -an.
        (1) kuda-kudaan : yang menyerupai kuda
        (3) gunung-gunungan : yang menyerupai gunung
        (4) rumah-rumahan : yang menyerupai rumah
        (5) kemuda-mudaan : menyerupai (anak) muda

        e. Mengatakan bahwa perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan dengan santai
        (1) berjalan-jalan
        (2) makan-makan
        (3) minum-minum
        (4) tidur-tidur

        f. Mengatakan bahwa perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai (menyatakan makna saling)
        (1) pukul-memukul
        (2) tolong-menolong
        (3) dorong-mendorong
        (4) surat-menyurat
        (5) olok-memperolokkan

        Makna saling bisa juga dilakukan dengan pembubuhan afiks ber-an.
        Bersalam-salaman
        berpandang-pandangan
        berpukul-pukulan

        g. Menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar.
        (1) karang-mengarang
        (2) cetak-mencetak
        (3) jilid-menjilid
        (4) potong-memotong
        (5) masak-memasak

        h. Menyatakan perbuatan yang pada bentuk dasarnya dilakukan berulang-ulang
        (1) berteriak-teriak
        (2) memukul-mukul
        (3) memetik-metik
        (4) menyobek-nyobek

        i. Menyatakan makna agak
        (1) kemerah-merahan
        (2) kehitam-hitaman
        (3) kekuning-kuningan
        (4) kebiru-biruan

        j. Menyatakan makna tingkat yang paling tinggi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afik se-nya (kualitatif).
        (1) sepenuh-penuhnya
        (2) serajin-rajinnya
        (3) sekuat-kuatnya
        (4) sedalam-dalamnya
        (5) seluas-luasnya
        Baca Lengkap....