Tampilkan postingan dengan label Ilmu Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmu Film. Tampilkan semua postingan

Menulis Sinopsis Naskah Film yang Menarik

Berikut teknik menulis Sinopsis Naskah Film yang Menarik oleh Baskoro Adi dan Perdana Kartawiyudha

Menulis Sinopsis Naskah Film yang Menarik


Sinopsis adalah sebuah ringkasan sebuah cerita, yang menjelaskan poin-poin utama dalam cerita. Sinopsis dipergunakan untuk dua hal:

1. Sinopsis sebagai proses development
Sinopsis ini harus menjelaskan cerita secara utuh, dari awal hingga akhir. Dengan adanya keutuhan cerita ini, seluruh pihak yang terlibat dalam film dapat mengerti jalan cerita secara utuh, sehingga dapat memberikan masukan dalam proses development.
2. Sinopsis sebagai alat menjual film
Sinopsis ini dapat menggunakan cliffhanger di akhir, misalkan: “apakah karakter utama dapat mencapai tujuannya?” Tujuan dari synopsis ini adalah membuat calon penonton menjadi tertarik untuk menonton film yang kita buat.
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sinopsis:
1)  Selalu awali paragraf pertama dari synopsis Anda dengan: nama tokoh (who), pekerjaan atau tugas (what), dimana ia tinggal (where), waktu (when), dan apa yang ia perjuangankan (why).
a. Selalu gunakan all-caps untuk kemunculan tokoh pertama kali. Sesudahnya, dapat menggunakan ejaan nama sebagaimana biasa.
b. Karakter yang harus masuk dalam sinopsis adalah: protagonis, antagonis, dan love interest.

Tokoh lain yang tidak berperan dalam plot, bisa dikesampingkan.
2)  Tuliskan babak 1, dalam kurang dari 2 paragraf. Dalam 2 paragraf ini sudah harus merangkum seluruh karakter dan konflik yang terjadi.

3)  Tuliskan babak 2, dalam kurang dari 4 paragraf. Dalam 4 paragraf ini, menjelaskan usaha protagonis dalam mencapai tujuannya, outcome dari usaha pertamanya, hingga konflik terbesar yang membawa cerita menuju klimaks.

4)  Tuliskan babak 3, dalam kurang dari 2 paragraf. Dalam 2 paragraf terakhir ini, sudah merangkum hasil dari klimaks cerita, dan menggambarkan keadaan sesudah karakter utama melakukan usahanya.

Yang harus dihindari dalam menulis sinopsis:
1) Menuliskan terlalu banyak tokoh atau kejadian;
2) Menuliskan terlalu banyak twist dalam cerita
3) Terlalu banyak detail dalam synopsis. Ingat, synopsis yang baik adalah synopsis yang singkat namun mengena. Karena pembaca synopsis, misalkan produser, atau sutradara, ingin mengetahui isi ceritanya dari awal hingga akhir secara cepat. Mereka tidak punya cukup banyak waktu membaca sinopsis yang terlalu bertele-tele.
4) Menuliskan editorial yang tidak perlu. Seperti: “FLASHBACK TO...”

Tips 1: MORE WHITE SPACE, PLEASE!
Agar pembaca lebih nyaman membaca sinopsis, treatment ataupun skenario, batasi tiap paragraf tidak lebih dari 5 baris.

Antar paragraf pisahkan dengan 1 spasi.Hal ini mengurangi efek kelelahan mata dalam membaca tulisan kita.Mungkin tidak ada bedanya ketika hanya 1-2 halaman. Ketika lebih dari itu, akan terasa perbedaannya.

Tips 2: MENULIS SINOPSIS SECARA DRAMATIK
Ketika pembaca membaca synopsis Anda, buatlah mereka bisa dengan cepat merasakan genre dari cerita Anda.Kalau Anda membuat sinopsis komedi, usahakan pembaca bisa tertawa ketika membaca sinopsis tersebut.Demikian juga ketika genrenya horor, komedi, atau yang lainnya. Buatlah pembaca tidak hanya tahu ceritanya apa, tetapi juga bisa merasakan seperti apa emosi dalam cerita tersebut hanya dengan membaca sinopsisnya.

Anda bisa mengambil contoh cara penulisan novel ataupun cerpen untuk keperluan penulisan sinopsis ini. Tidak masalah kalau harus di titik tertentu harus mendetilkan pada adegan tertentu atau dialog tertentu untuk mengangkat mood pembaca pada saat membacanya, asalkan jangan kemudian terlena jadi berpanjang-panjang di keseluruhan bagian karena itu sudah masuk ke wilayah treatment ataupun skenario.


Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar.
Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. 
Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator), Baskoro Adi Wuryanto, Damas Cendekia, Melody Muchransyah, dan Rahabi Mandra.

Baca Lengkap....

Planting of Information dan Pay-Off dalam Film

Planting of Information dan Pay-Off dalam Film

Tulisan ini masih lanjutan dari konsep plot dalam film. Silakan baca di Konsep Plot dalam Film Oleh Perdana Kartawiyudha.

Planting of Information
Berisi karakter, aksi, kostum, properti, musik, atau elemen filmis lainnya yang dimunculkan pada adegan tertentu dalam cerita yang seolah-olah hanya diganakan untuk keperluan adegan tersebut, tapi ternyata juga punya fungsi penting untuk adegan-adegan berikutnya.

Planting of information ini harus ditampilkan dengan cermat agar kehadirannya tidak mengganggu dramatik dan logika pada adegan tersebut. Kalau tujuannya memberikan efek kejutan (surpise) pada akhir cerita, kehadirannya jadi sangat penting untuk membuat penonton tidak merasa dikelabuhi atas surprise tersebut.

Kejutan atau surprise atau adalah titik dimana ketika mereka menyadari apa yang mereka duga atau ekspektasikan ternyata salah. Nah, kalau penonton tidak dipersiapkan untuk menduga atau berekspektasi tertentu meski secara halus, maka kejutannya bisa jadi gagal. Begitu juga ketika informasi yang ditanamkan di awal terlalu jelas arahannya, dan penonton berhasil menduga arah kejutannya, maka pada waktunya, tidak lagi jadi kejutan. Oleh karena itu, kemunculan planting of information ini memang harus hati-hati dan cermat sehingga penonton tidak bisa menebak kejutan seperti apa yang akan muncul.

Dengan adanya planting of information, alih-alih merasa dikelabuhi, penonton akan lebih merasa dirinya tidak cukup cermat membaca dan mengartikan tanda-tanda yang sudah coba ditampilkan di awal cerita.

Pay-Off
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penonton akan selalu menganggap informasi yang ditampilkan dihadapan mereka sebagai informasi yang penting. Informasi yang sudah ditanam di awal cerita (planting of information), harus dituai dalam perkembangan cerita, yang disebut dengan pay off. Ketika penonton diberikan pay off tanpa adanya planting of information, penonton aan merasa dirinya dikelabuhi oleh pembuat ceritanya.

Sebaliknya, ketika penonton diberikan planting of information tanpa adanya pay off, penonton merasa ceritanya belum tuntas karena ada “teka-teki” yang tak terjelaskan. Ketika film usai, penonton masih akan merasa ada hal yang mengganjal, ada teka-teki yang belum terpecahkan. Kecuali kalau memang ini adalah tujuan dari film tersebut dibuat, hal ini akan sangat mengganggu penonton dalam menikmati film yang ditontonnya.


Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar.
Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. 
Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator), Baskoro Adi Wuryanto, Damas Cendekia, Melody Muchransyah, dan Rahabi Mandra.
Baca Lengkap....

Konsep Plot dalam Film Oleh Perdana Kartawiyudha

Konsep Plot dalam Film Oleh Perdana Kartawiyudha

A. Konsep Plot
Plot dalam film fiksi adalah serangkaian peristiwa yang dipilih untuk ditampilkan dan kemudian dirangkai dengan hubungan sebab akibat sehingga membentuk cerita.

Kehidupan manusia memang berjalan secara kronologis tetapi dalam bercerita kita tidak selalu menampilkannyademikian. Contoh yang paling sering adalah hadirnya flashback, yang membuat peristiwa seolah berjalan mundur sesaat untuk kemudian memberikan dorongan untuk perkembangan cerita ke depannya. Atau bisa juga kita tampilkan bagian paling dramatik dalam cerita di awal film, baru kemudian dirunut mengapa karakter bisa sampai ke titik tersebut. Berbagai strategi penyusunan plot bisa dipakai untuk mencapai kesan tertentu bagi penonton.

Di sini dibutuhkan kejelian pencerita dalam memilih dan merangkai perisitwa yang dianggap relevan untuk dimasukkan ke dalam cerita. Karena tidak semua detil perisitwa harus ditampilkan dalam film. Misalnya realitanya orang bangun tidur, lalu mandi, lalu sarapan, lalu masuk ke garasi untuk mengendarai kendaraan menuju tempat aktifitas. Tapi bisa jadi dalam cerita semua peristiwa itu tidak penting ditampilkan satu persatu. Bisa saja kita langsung begitu karakter bangun tidur, melajukan mobil, dan tiba di tempat aktivitas. Peristiwa yang tidak relevan untuk kebutuhan cerita tidak perlu dimasukkan karena hanya akan mengganggu dramatik. Untuk mengukurnya, selalu tanya pada diri sendiri “kalau adegan atau aksi ini saya hilangkan, apa pengaruhnya ke cerita?”. Jika jawabannya tidak ada, berarti adegan atau aksi tersebut memang harus dibuang.

Dalam menyusun rangkaian plot pun kita semestinya menjaga eskalasi dramatik cerita. Kalau kita lihat grafik pada Bab sebelumnya, kita bisa lihat cerita yang baik, semakin jauh cerita berjalan, intensitas dramatiknya makin naik, secara grafik pun makin naik. Artinya problem yang dihadapi karakter kita makin rumit dan kompleks, sehingga membutuhkan usaha lebih dari yang sebelumnya, bahkan yang karakter bisa bayangkan dia punya lakukan. Jika pertama karakter bertemu dengan prajurit, maka berikutnya dia berhadapan dengan jendral, dan akhirnya bertemu dengan raja. Dengan demikian, penonton pun turut bersama dengan karakter secara emosional menghadapi problematika yang semakin sulit, tapi dari sudut pandang penonton, makin seru untuk disaksikan.

B. Chekhov’s Gun Theory
Teori ini muncul dari seorang tokoh drama panggung Anthony Chekhov. Dia menggambarkan suatu adegan dalam suatu pertunjukan panggung di mana karakter mengeluarkan sebuah pistol dan meletakkannya di suatu laci pada awal cerita, kemudian dalam perkembangkan cerita, ketika salah satu karakter dalam kondisi terancam, dia meraih pistol yang ada di laci dan menggunakannya.

Dalam konsep ini, apa yang dipersipkan di awal, harus terjelaskan di akhir cerita. Hal penting yang seolah tiba-tiba muncul di akhir cerita, harus sudah diperkenalkan (meski dengan sangat halus) di awal cerita. Tanpa salah satunya, penonton akan merasa ada yang janggal dan dampaknya penonton merasa ada bagian dari cerita yang belum tuntas. Bayangkan saja jika ada tokoh dalam kasus di atas yang tiba-tiba mengeluarkan pistol dan menyimpannya dalam laci tapi dalam perkembangan cerita tak lagi dibahas tentang pistol tersebut, penonton akan menunggu-nunggu apa fungsi adegan pistol di awal.

Sudah menjadi sifat dasar penonton untuk menganggap informasi apapun yang ditampilkan kepada meraka sebagai hal yang penting. Jika ada hal yang seolah penting tapi kemudian tidak dibahas tuntas dalam film, penonton akan menunggununggu dan ketika cerita selesai tak juga dibahas, penonton akan mengganggap cerita tersebut tidak tuntas. Hal yang sama ketika tiba-tiba saja ada tokoh dalam kasus di atas ketika berada dalam kondisi terdesak tiba-tiba membuka laci dan mengeluarkan pistol. “Kok dia tahu kalau di situ ada pistol?”

Penonton bisa merasa dikelabuhi karena apa yang ditampilkan seolah kebetulan semata atau adanya campur tangan tuhan (Deux-ex Machina). Meski dalam kehidupan nyata kita sering menemukan kebetulan-kebetulan dan tanpa bisa dielaskan akal mengalami keajaiban dari penguasa semesta, tetapi dalam cerita fiksi, kebetulan-kebetulan atau pertolongan Tuhan semacam ini sulit diterima nalar penonton.

Kebetulan atau pertolongan Tuhan dalam cerita fiksi dianggap sebagai kegagalan pembuat cerita dalam membangun logika cerita. Dalam konteks cerita di atas, penonton merasa perlu untuk diperlihatkan bahwa karakter dalam cerita tersebut sudah mengetahui bahwa dilacinya terdapat pistol sehingga ketika dia terdesak dan membutuhkannya dia sadar atas apa yang sudah diketahuinya. Meski demikian, aturan ini jadi tidak sepenuhnya berlaku ketika kebetulan dan pertolongan Tuhan ini memang sejak awal didesain menjadi inti dari cerita tersebut.

Prinsip menyimpan pistol dan memakai pistol di atas berkembangkan dalam dunia penceritaan, termasuk dalam film, dengan nama PLANTING OF INFORMATION dan PAY OFF. Tidak hanya soal pistol atau properti, tapi bisa berbagai elemen filmis seperti karakter, setting, kostum, musik, dan lain-lain. Tujuannya tetap sama, untuk menjaga logika dunia penceritaan dalam pikiran penonton. Pembuat cerita perlu sadar bahwa penonton menganggap penting berbagai elemen yang ada di cerita sehingga apa yang sudah diperkenalkan di awal, harus terjelaskan kemudian. Begitu juga sebaliknya, apayang muncul di akhir, harus sudah diperkenalkan sebelumnya. Logika seperti ini yang berlaku dalam pikiran penonton ketika menikmati suatu film.

Sekian dan untuk penjelasan mengenai Planting of Information dan Pay-Off dapat dibaca pada postingan Planting of Information dan Pay-Off dalam Film.


Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar.
Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. 
Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator), Baskoro Adi Wuryanto, Damas Cendekia, Melody Muchransyah, dan Rahabi Mandra.
Baca Lengkap....

Cerita dengan Struktur Cerita Tiga Babak Pada Film (Bagian 2)

Cerita dengan Struktur Cerita Tiga Babak Pada Film (Bagian 2)

Untuk bagian pertama bisa dilihat di Cerita dengan Struktur Cerita Tiga Babak Pada Film

Babak 2
Begitu karakter memutuskan untuk mewujudkan apa yang diinginkan dalam cerita ini, dia masuk ke babak 2. Babak yang dalam porsi dramatiknya punya porsi paling besar dibandingkan dengan babak 1 ataupun babak 2. Ini adalah babak yang paling ditunggu-tunggu oleh penonton karena pertama kali karakter kita harus menghadapi petualangan baru di “dunia baru”, sehingga di samping dia harus berhadapan dengan ancaman yang sering datang dari luar, dirinya pun harus dengan cepat beradaptasi dengan dunia baru ini. Proses jatuh bangun karakter yang seolah menjadi “fish out of the water” ini yang menarik diikuti oleh penonton. Untuk itu, dibutuhkan kejelian pencerita untuk menjaga daya tarik cerita di sepanjang babak ini.

Seringkali pada babak ini karakter baru menyadari bahaya yang sebenarnya dihadapinya dalam usaha mewujudkan tujuannya tersebut. Halangan yang samar-samar terlihat atau mungkin seolah terlihat jelas pada babak 1, kini menampakkan wujud aslinya yang lebih menantang untuk ditaklukkan. Bisa jadi, efek dimino atau efek bola salju terjadi pada babak ini, dimana problem yang seolah kecil kemudian seiring berjalannya waktu semakin membesar dan tak terbendung. Karakter kita juga bisa mengalami salah paham, salah perhitungan, salah jalan, salah ambil keputusan, yang membuat situasi makin runyam dan seolah makin jauh dari tujuannya.

Kompleksitas masalah terus bergulir dan berkembang dalam babak ini. Semakin karakter kita tenggelam atau terlena dalam problem yang dihadapi, semakin penonton merasa ingin terus mengikuti jalan hidupnya.

Plot Point 2 atau Key Turning Point 2
Babak 2 dan Babak 3 biasanya dipisahkan oleh Plotpoint 2 atau Key Turning Point 2.Titik ini sering disebut juga “the lowest point” karena menggambarkan secara dramatik titik terendah bagi karakter kita dalam mewujudkan tujuannya. The lowest point ditulis dalam tanda kutip karena biasanya, plot point 2 atau Key Turning Point 2 merupakan kebalikan dari ending. Biasanya, ya.

Untuk tujuan dramatika cerita, biasanya apabila ending cerita digambarkan karakter berhasil mendapatkan tujuannya, maka Plot Point 2 digambarkan karakter seolah-olah gagal total dalam mencapai tujuannya. Begitu juga sebaliknya, jika di akhir cerita karakter digambarkan gagal mendapatkan tujuannya, makan plot point 2 ini karakter seolah-oleh berada di puncak keberhasilan dalam mencapai tujuannya.

Dalam konteks film panjang, titik ini bisa terbaca jelas, tapi dalam film pendek, dengan pertimbangan durasi, seringkali tidak diterapkan secara ketat. Dalam beberapa kasus film pendek, plot point 2 ini digambarkan paralel dengan ending-nya. Kalau ending-nya karakter gagal mencapai tujuannya, demikian juga yang tergambar pada plot point 2. Semua kembali pada strategi penceritaan penulis dalam menyajikan cerita kepada penonton.

Babak 3
Setelah karakter “babak belur” ataupun terlena pada babak dua hingga sampai titik terendah (atau tertinggi) pada plot point 2, kita tiba pada pertarungan terakhir. Dalam video game, ini adalah momen di mana karakter bertemu dengan sang raja iblis karena seluruh halangan berhasil ditaklukkan. Ini bisa dianggap seperti putaran final yang paling menentukan berhasil atau gagalnya karakter mewujudkan tujuannya.

Karena putaran final atau sudah berhadapan dengan raja iblis, hambatan yang dihadapi karakter juga makin besar dan makin berbahaya. Apa yang dipertaruhkannya jika gagal pun makin besar. Di titik ini, karakter sudah sangat tidak mungkin untuk mundur dari pertarungan karena risiko untuk mundur dari pertarungan pun tak kalah besarnya dengan terus berjuang. Titik puncak pertarungan ini disebut klimaks. Sepanjang perjalanan cerita, penonton menunggu hadirnya momen yang dipercaya paling seru ini.

Di babak 3 ini, semua problem yang diperkenalkan dan berkembang pada babak-babak sebelumnya harus terselesaikan. Penyelesaiannya ini bisa berbagai macam bentunya, tapi pada prinsipnya menjawab apakah tujuan yang yang sejak awal berusaha diwujudkan karakter, pada akhirnya berhasil atau gagal tercapai. Wujud berhasil kegagalan dan keberhasilannya pun bisa bermacam-macam. Bisa sesederhana karakter berhasil atau gagal dalam pertarungan terakhirnya di klikmaks. Momen setelah klimaks ini secara dramatik cerita biasanya cenderung menurun drastis karena sudah tidak ada lagi konflik. Momen ini berisi bagaimana karakter menyikapi keberhasilan dan kegagalannya dalam mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh karena itu, mestinya bagian ini tidak terlalu lama untuk mengindari kebosanan penonton.

Di level yang lebih lanjut, pencerita bisa membuat Babak 3 lebih kompleks dengan membuat karakter mendapati pelajaran hidup setelah melewati berbagai halangan sepanjang cerita. Pelajaran hidup ini membuat karakter sadar apa yang sebenarnya dia butuhkan, atau di Bab Karakter di sebut need. Dengan adanya pelajaran hidup ini, tak peduli berhasil ataupun gagal karakter dalam mendapatkan apa yang diinginkan, karakter bisa mendapat kesempatan berubah menjadi orang yang lebih baik.

Meski demikian, beberapa cerita yang karakternya telah memahami apa yang menjadi neednya, dia bisa kemudian acuh dan tetap fokus pada apa yang menjadi keinginannya sejak awal. Karena suatu alasan yang bisa dipahami penonton, protagonis ditampilkan mengabaikan pelajaran hidup atau apa yang dibutuhkannya untuk menjadi orang yang lebih. Dalam hal ini, tidak ada benar salah. Ini semua tergantung pencerita, akan membawa cerita ini kemana dan pada akhirnya ingin menyampaikan apa kepada penonton.

Bahkan ketika pencerita dengan sadar membiarkan karakter menutup cerita tanpa mendapat jawaban apakah karakter berhasil atau gagal mendapatkan apa yang diperjuangkannya sepanjang cerita, boleh-boleh saja. Yang penting pencerita sadar konsekuensi dari pilihannya mengakhiri cerita karena inilah yang kesimpulan yang dibawa penonton pulang setelah menonton filmnya. Tidak hanya kesimpulan seperti apa yang cerita ini, tetapi pelajaran hidup apa yang mereka dapatkan dari film tersebut.

Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar. Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator), Baskoro Adi Wuryanto, Damas Cendekia, Melody Muchransyah, dan Rahabi Mandra.
Baca Lengkap....