Filsafat Ilmu (2)


Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu :  Alam tabi'at atau alam fisik  Alam Akal  Analogi ( Tamtsil)  Hati dan Ilham. 

1. Alam tabi'at atau alam fisik
Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di alam materi ini ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan alat yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang materi tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri). Contoh yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, sepert makan, minum, hubungan suami istri dan lain sebagianya.
Dengan demikian, alam tabi'at yang materi merupakan sumber pengetahuan yang "barangkali" paling awal dan indra merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at. Tanpa indra manusia tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan bahwa, barang siapa tidak mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah pengetahuan. Dalam filsafat Aristoteles klasik pengetahuan lewat indra termasuk dari enam pengetahuan yang aksioamatis (badihiyyat).
Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya sebagai syarat yang lazim bukan syarat yang cukup. Peranan indra hanya memotret realita materi yang sifatnya parsial saja, dan untuk meng-generalisasi-kannya dibutuhkan akal. Malah dalam kajian filsafat Islam yang paling akhir, pengetahuan yang diperoleh melalui indra sebenarnya bukanlah lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek pengetahuan (al ma'lum) ada dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan (2) obyek pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial oleh manusia adalah obyek yang ada dalam benak, sedang realita di luar diketahui olehnya hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan ini, indra hanya merespon saja dari realita luar ke relita dalam.
Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin). Kaum sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan yang sah dan benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa otak manusia ketika lahir dalam keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indra realita-realita di luar tertanam dalam benak. Peranan akal hanya dua saja yaitu, menyusun dan memilah, dan meng-generalisasi. Jadi yang paling berperan adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indra tidak ada. Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau yang tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui, sehingga pada gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.  

2. Alam Akal
Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada.
Aktivitas-aktiviras Akal Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif.  Mengetahui konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan generalisasi.  Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan macam).  Pemilahan dan Penguraian.  Penggabungan dan Penyusunan.  Kreativitas.

3. Analogi (Tamtsil)
Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi fiqih disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum (baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal. Analogi dibagi dua; Analogi interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak diketahui illatnya atau sebab penetapannya.  Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas hukum dan illatnya. 
 
4. Hati dan Ilham
Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga sesuatu yang inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang in materi tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi ( theosopi) yang meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi, mereka mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati. Tentu yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati disini adalah penngetahuan tentang realita inmateri eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih, senang, lapar, haus dan hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya oleh semua orang tanpa kecuali.
Bagaimana mengetahui lewat hati ? Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata, "Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan berhijrah menuju Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh itu bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang sangat tinggi. Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi substansi yang qudsi, yang dalam istilah hikmah teoritis oleh para ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah syariat kenabian disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di dalamnya yakni ruh manusia yang suci. Rahasia-rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak darinya hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya sensual mata (alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak terhalang tabir. Tabir di sini dalam pembahasan ini adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan kesibukan-kesibukan dunia, karena hati dan ruh sesuai dengan bentuk ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima cahaya hikmah dan iman jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran, atau tabir yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya" Kemudian beliau melanjutkan, "jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan tabiat dan kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia alam malakut dan terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut ." (al-Asfar al-Arba'ah jilid 7 halaman 24-25).
Tentang kebenaran realita alam ruh dan hati ini, Ibnu Sina berkata, "Sesungguhnya para 'arifin mempunyai makam-makam dan derajat-derajat yang khusus untuk mereka. Mereka dalam kehidupan dunia di bawah yang lain. Seakan-akan mereka itu, padahal mereka berada dengan badan mereka, telah melepaskan dan meninggalkannya untuk alam qudsi. Mereka dapat menyaksikan hal-hal yang halus yang tidak dapat dibayangkan dan diterangkan dengan lisan. Kesenangan mereka dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat mata dan didengar telinga. Orang yang tidak menyukainya akan mengingkarinya dan orang yang memahaminya akan membesarkannya." (al-Isyarat jilid 3 bagian kesembilan tentang makam-makam para 'arif halaman 363-364) Kemudia beliau melanjutkan, "Jika sampai kepadamu berita bahwa seorang 'arif berbicara lebih dulu tentang hal yang gaib (atau yang akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan atau peringatan, maka percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya, karena apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam pandangan-pandangan (aliran-aliran) tabi'at." Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia lewat hati jika berkenaan dengan pribadi seseorang saja disebut ilham atau isyraq, dan jika berkaitan dengan bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka dengan syariat disebut wahyu. 
Islam dan Sumber-sumber Pengetahuan Dalam teks-teks Islam -Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang sumber dan alat pengetahuan:
Indra dan akal.  Allah swt. berfirman, "Dan Allah yang telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, sementara kalian tidak mengetahui sesuatu pun, dan (lalu) Ia meciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati ( atau akal) agar kalian bersyukur ". (QS. al-Nahl: 78).  Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya, misalnya dalam al-Qur'an Allah swt. berfirman, "Katakanlah, lihatlah segala yang ada di langit-langit dan di bumi." (QS. Yunus: 101 ).
Ayat-ayat yang lainnya yang banyak sekali tentang anjuran untuk bertafakkur. Qur'an juga dalam membuktikan keberadaan Allah dengan pendekatan alam materi dan pendakatan akal yang murni seperti, "Seandainya di langit dan di bumi ada banyak tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan hancur." (QS. al-Anbiya': 22). Ayat ini menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebut dalam logika Aristotelian dengan silogisme hipotesis. Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah memberi perumpamaan, seorang yang yang diperebutkan oleh banyak tuan dengan seorang yang menyerahkan dirinya kepada seorang saja, apakah keduanya sama ?" (QS. al-Zumar: 29).
Hati.  Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan kepada kalian furqon." (QS. al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah bahwa Allah swt. akan memberikan cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan antara yang haq dengan yang batil. Atau ayat yang berbunyi, "Dan bertakwalah kepada Allah maka Ia akan mengajari kalian. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Baqarah: 282). Dan ayat-ayat yang lainnya.
Syarat dan Penghalang Pengetahuan. Meskipun berpengetahuan tidak bisa dipisahkan dari manusia, namun seringkali ada hal-hal yang mestinya diketahui oleh manusia, ternyata tidak diketahui olehnya.  Oleh karena itu ada beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu : Konsentrasi  Orang yang tidak mengkonsentasikan (memfokuskan) indra dan akal pikirannya pada benda-benda di luar, maka dia tidak akan mengetahui apa yang ada di sekitarnya. Akal yang sehat  Orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir dengan baik. Akal yang tidak sehat ini mungkin karena penyakit, cacat bawaan atau pendidikan yang tidak benar. Indra yang sehat  Orang yang salah satu atau semua indranya cacat maka tidak mengetahui alam materi yang ada di sekitarnya. Jika syarat-syarat ini terpenuhi maka seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat indra dan akal. Kemudian pengetahuan daat dimiliki lewat hati. Pengetahuan ini akan diraih dengan syarat-syarat seperti, membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan hati kepada alam yang lebih tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan mengikuti aturan-aturan sayr dan suluk. Seorang yang hatinya seperti itu akan terpantul di dalamnya cahaya Ilahi dan kesempurnaanNya. Ketika syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka pengetahuan akan terhalang dari manusia. Secara spesifik ada beberapa sifat yang menjadi penghalang pengetahuan, seperti sombong, fanatisme, taqlid buta (tanpa dasar yang kuat), kepongahan karena ilmu, jiwa yang lemah (jiwa yang mudah dipengaruhi pribadi-pribadi besar) dan mencintai materi secara berlebihan.